Presiden Kolombia Gustavo Petro akan memberikan penghargaan tertinggi kepada dr. Hussam Abu Safiya dokter Gaza yang ditahan dan disiksa Israel

Presiden Kolombia Gustavo Petro mengumumkan akan menganugerahkan Ordo Boyaca, penghargaan tertinggi Kolombia, kepada Hussam Abu Safiya, seorang dokter Palestina dan pahlawan nasional, menurut jaringan TV Al Jazeera Qatar.

Petro menyatakan bahwa penghargaan ini adalah yang paling sedikit yang dapat ia berikan kepada sosok yang mencerminkan ketangguhan dan pengorbanan.

Hussam Abu Safiya adalah seorang dokter anak Palestina dan direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara. Ia dikenal karena dedikasinya yang tak kenal lelah dalam merawat pasien di tengah kondisi yang sangat berbahaya, meskipun rumah sakit berulang kali dibombardir dan kekurangan pasokan medis.

Hussam Abu Safiya telah ditahan oleh Israel sejak 27 Desember 2024, ia ditahan oleh pasukan Israel dalam penggerebekan di rumah sakit, bersama staf medis dan pasien lainnya.

Pasukan Israel melakukan penggerebekan, membakar sebagian besar fasilitas tersebut dan memaksa pasien serta warga sipil yang mengungsi untuk melarikan diri.

Dr. Abu Safiya menolak perintah Israel untuk meninggalkan rumah sakit tersebut, fasilitas kesehatan besar terakhir di Gaza Utara. Meskipun kehilangan putra dan rumahnya dalam serangan Israel dan menderita luka-luka, Dr. Abu Safiya tetap berkomitmen pada pekerjaannya.

Hingga kini Hussam Abu Safiya masih ditahan Israel. Pihak Israel menolak tuntutan Hamas untuk memasukan Hussam Abu Safiya dalam daftar tahanan Palestina yang dibebaskan dalam pertukaran tawanan pada 13 Oktober lalu.

[Rekaman video pada 27 Desember 2024 menunjukkan Dr. Hussam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza, berjalan menuju tank Israel sebelum ia ditahan]

Israel Perpanjang Penahanan Dokter Hussam Abu Safiya Tanpa Dakwaan Selama Enam Bulan Lagi

Pengadilan militer ‘Israel’ memperpanjang penahanan administratif terhadap dokter Gaza, Hussam Abu Safiya, selama enam bulan lagi, seperti dikonfirmasi oleh perwakilan hukum dan keluarganya pada Kamis (16/10/2025).

Keluarga Dr. Abu Safiya menyatakan keprihatinan mendalam atas penahanannya yang sewenang-wenang tanpa dakwaan maupun pengadilan, sejak ia diculik oleh pasukan pendudukan ‘Israel’ dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara pada Desember tahun lalu.

Pusat Al-Mezan untuk Hak Asasi Manusia, yang mewakili direktur rumah sakit tersebut, mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka “sangat mengkhawatirkan” situasi Abu Safiya, terutama karena ia tidak termasuk dalam daftar tahanan Palestina yang dibebaskan oleh ‘Israel’ sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.

“Perpanjangan penahanan tanpa dakwaan terhadap Dr. Abu Safiya, di tengah laporan-laporan yang terdokumentasi tentang penyiksaan, kondisi penahanan tidak manusiawi, dan tanpa indikasi pembebasan, menunjukkan bahwa ia ditahan sebagai sandera,” ujar Al-Mezan dalam pernyataannya pada Rabu.

‘Alat Tekanan Politik’

Organisasi tersebut memperingatkan bahwa ‘Israel’ kemungkinan menggunakan penahanan Dr. Abu Safiya, bersama ribuan tahanan Palestina lainnya, sebagai alat tawar-menawar politik dalam negosiasi gencatan senjata tahap dua yang sedang berlangsung.

“Penggunaan tahanan Palestina sebagai alat tawar-menawar seperti ini termasuk tindakan penyanderaan menurut hukum humaniter internasional (IHL),” tegas Al-Mezan.

Dr. Abu Safiya dijadwalkan hadir secara daring melalui video dalam sidang tertutup dari Penjara Ofer, tempat ia kini ditahan.

Ia sebelumnya ditahan di kamp militer Sde Teiman, yang terkenal karena penyiksaan sistematis terhadap warga Palestina, hingga 9 Januari 2025, kemudian dipindahkan ke Penjara Ofer pada 11 Februari 2025.

Pernyataan Al-Mezan mencatat bahwa pada 25 Maret 2025, Pengadilan Distrik Be’er Sheva memperpanjang penahanannya selama enam bulan di bawah Undang-Undang Pejuang Tidak Sah Israel, tanpa tuduhan apa pun.

Ketika pengacara Al-Mezan akhirnya diizinkan menemuinya pada Februari 2025, setelah 47 hari tanpa akses ke penasihat hukum, Dr. Abu Safiya mengonfirmasi bahwa ia disiksa dan diperlakukan secara tidak manusiawi.

Ia menceritakan bagaimana dipaksa telanjang oleh otoritas ‘Israel’ di Sde Teiman, duduk di atas kerikil tajam selama berjam-jam, dan dipukuli dengan tongkat serta alat kejut listrik.

Di Penjara Ofer, ia menghabiskan 25 hari di sel isolasi dan diinterogasi selama 10 hari berturut-turut.

Dalam dua bulan pertama penahanannya, kesehatan Dr. Abu Safiya menurun drastis akibat penyiksaan, kelaparan, dan kondisi penahanan yang kejam, sementara ia juga terus-menerus ditolak akses ke perawatan medis oleh otoritas ‘Israel’.

“Al-Mezan dengan tegas mengecam penggunaan Undang-Undang Pejuang Tidak Sah oleh otoritas ‘Israel’ untuk menahan warga Palestina secara ilegal tanpa dakwaan atau proses hukum,” tulis lembaga tersebut.

“Tindakan ini merupakan pelanggaran berat terhadap Hukum Hak Asasi Manusia Internasional (IHRL) dan Hukum Humaniter Internasional (IHL).”

Seruan untuk membebaskan Dr. Abu Safiya kini semakin meluas di seluruh dunia.

Amnesty International menggambarkan penangkapannya sebagai “cerminan dari kebijakan sistematis Israel yang menargetkan para tenaga medis Palestina dan menghancurkan sistem kesehatan di Gaza” dengan tujuan menciptakan kondisi kehidupan yang dapat mengarah pada kehancuran fisik rakyat Palestina.

***

Komentar