Eks Kejari Jakbar Terima Rp 500 JT Cuma Disanksi Etik

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam kasus dugaan penerimaan uang yang melibatkan dua mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, yakni Hendri Antoro dan Iwan Ginting. Meski demikian, keduanya tetap dijatuhi sanksi administratif berat berupa pencopotan jabatan, pembebastugasan dari fungsinya sebagai jaksa, serta penempatan di bagian tata usaha selama satu tahun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan internal menyimpulkan tidak ada pelanggaran pidana, namun ditemukan kelalaian dalam pengawasan dan pelanggaran etik. “Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana. Yang bersangkutan hanya lalai dalam fungsi pengawasan terhadap bawahannya,” ujar Anang, Selasa (14/10/2025).

Kasus ini mencuat setelah Hendri Antoro disebut menerima uang sebesar Rp500 juta dari anak buahnya, Azam Akhmad Akhsya. Uang tersebut diduga diberikan sebagai bentuk gratifikasi terkait penanganan perkara di lingkungan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh bidang Pengawasan Kejagung, tidak ditemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya transaksi suap atau penerimaan gratifikasi secara langsung.

Anang menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan hasil investigasi menyeluruh dari Inspektorat Kejaksaan Agung. “Kami tidak menoleransi pelanggaran etik di lingkungan kejaksaan. Sanksi administratif ini menjadi bentuk tanggung jawab moral dan pembinaan agar tidak terjadi hal serupa di masa mendatang,” ujarnya.

Pemberian sanksi kepada pejabat kejaksaan yang terlibat dalam dugaan pelanggaran etik bukan pertama kali terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, Kejagung memang memperkuat sistem pengawasan internal sebagai upaya reformasi birokrasi dan peningkatan integritas aparat penegak hukum.

Langkah tegas ini juga menjadi ujian bagi komitmen Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang berulang kali menegaskan pentingnya integritas dan akuntabilitas di tubuh kejaksaan. “Kejaksaan tidak boleh menjadi tempat berlindung bagi oknum. Siapa pun yang melanggar, akan kami tindak sesuai aturan,” kata Burhanuddin dalam kesempatan terpisah.

Meski tidak berlanjut ke ranah pidana, publik menyoroti keputusan ini sebagai pengingat bahwa pengawasan terhadap aparat penegak hukum harus terus diperkuat. Transparansi dan penegakan etik diyakini menjadi kunci menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kejaksaan.

Komentar