Pengamat Timur Tengah, Dina Y. Sulaeman, menegaskan bahwa gerakan perlawanan Islam di Palestina, Hamas, tak terkalahkan secara militer dan politik dalam konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.
Dina menyebut, wacana penyerahan pemerintahan Gaza kepada pihak asing bukan karena Hamas menyerah, melainkan dorongan politik dari berbagai pihak internasional. “Hamas belum ‘hancur total’ secara militer,” katanya kepada Berita Alternatif pada Selasa (28/10/2025).
Fakta lapangan menunjukkan bahwa Hamas masih mempunyai struktur komando dan kemampuan bersenjata. Israel tidak berhasil memaksakan perlucutan penuh senjata Hamas, dan banyak analis internasional menyebut perlucutan total itu “tidak realistis” pada tahap ini.
Ia menambahkan, isu soal siapa yang akan memerintah Gaza pasca-perang bukan karena kekalahan Hamas, melainkan karena adanya tekanan politik dari sejumlah aktor global.
“Wacana soal siapa yang memerintah Gaza pasca-perang bukan karena Hamas menyerah kalah, tapi karena ada dorongan politik dari AS, Israel, dan sebagian aktor Arab untuk menyingkirkan Hamas,” ujarnya.
Hamas Tolak Perwalian Asing
Terkait usulan agar pemerintahan Gaza dijalankan pihak luar, Dina menegaskan bahwa Hamas tidak pernah menyatakan mundur.
“Yang jelas, Hamas tidak menyatakan ‘kami mundur, silakan asing memerintah.’ Yang Hamas setujui (menurut pernyataan pasca pertemuan Kairo) adalah bahwa pengelolaan administrasi di Gaza setelah gencatan senjata akan dijalankan oleh sebuah komite teknokrat independen (orang sipil profesional dari Palestina), artinya, bukan dipimpin oleh figur politik partisan Hamas atau Fatah,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, Hamas memberikan beberapa syarat penting sebelum struktur pemerintahan itu dibentuk.
Syarat tersebut antara lain jaminan yang jelas dari mediator bahwa perang secara efektif telah berakhir. Hamas juga menolak konsep “perwalian internasional”—yaitu model di mana Gaza dikelola langsung oleh kekuatan asing.
“Hamas juga mendorong revitalisasi PLO sebagai wakil sah seluruh rakyat Palestina. Maksud Hamas, silakan pemerintahan dikelola pihak non-Hamas, tapi tetap orang Palestina, dalam format baru yang bisa diterima luas oleh rakyat,” terangnya.
Kepentingan Israel di Balik Usulan Pemerintahan Asing
Menurut Dina, dorongan agar Gaza diperintah oleh pihak asing memiliki makna politik yang kuat, terutama dalam konteks kepentingan Israel dan sekutunya.
Usulan tersebut, lanjut dia, bertujuan untuk mengamankan kepentingan Israel. Hal ini terlihat dari sikap AS menolak Hamas, dan bahkan menolak UNRWA sebagai pengelola bantuan, sambil mengatakan Israel boleh memilih negara mana yang boleh terlibat di Gaza.
Ia berpendapat, Israel dan sekutunya ingin memastikan bahwa otoritas pascaperang di Gaza tidak akan lagi menjadi basis kekuatan bersenjata yang bisa menantang Israel.
“Rencana mereka soal ‘Gaza harus dikelola pihak ketiga/penjaga internasional’ bertujuan untuk memisahkan Gaza dari perlawanan bersenjata dan mengubah persoalan penjajahan menjadi soal manajemen kemanusiaan,” paparnya.
Hamas masih Punya Kekuatan
Meski kondisi Gaza hancur akibat perang, Dina menilai Hamas masih memiliki kekuatan militer dan kepemimpinan politik yang aktif.
Dia membedakan kapasitas Hamas dalam pemerintahan sipil dan kapasitas militer. Hamas akan kesulitan menjalankan pemerintahan sipil setelah Gaza hancur pascaperang dua tahun terakhir.
“Hamas menyetujui gagasan ‘komite teknokrat’ untuk mengurus layanan dasar di Gaza, karena didukung oleh negara-negara Arab (dari sisi pendanaan),” ujarnya.
Namun secara militer, kata Dina, Hamas tetap eksis serta memiliki kekuatan dan kepemimpinan politik yang bisa bernegosiasi.
Hal ini terlihat dari kehadiran Hamas dalam perundingan gencatan senjata dan fase pasca-perang, berdampingan dengan Fatah, di hadapan mediator regional.
“Bukti lain, ketika AS dan Israel menuntut secara eksplisit agar ‘Hamas tidak boleh punya peran’ dan ‘Hamas harus dilucuti,’ kan artinya, justru Hamas masih sangat kuat. Kalau Hamas sudah betul-betul habis, tentu AS dan Israel tidak menuntut hal tersebut,” ungkapnya.
Komite Teknis Palestina sebagai Solusi
Dina menilai bahwa pengelolaan Gaza pascagencatan senjata harus dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat Palestina, bukan kepada pihak asing.
Dia menekankan, berdasarkan vonis mahkamah internasional ICJ, berbagai resolusi PBB, dan hukum internasional lainnya, Israel adalah pasukan pendudukan.
Hal ini bermakna Israel harus segera angkat kaki dari Gaza. Selanjutnya, pengelolaan Gaza harus diserahkan sepenuhnya kepada bangsa Palestina, bukan pasukan yang dipilih AS dan Israel.
“Baik Hamas maupun Fatah sama-sama menolak konsep perwalian asing langsung, dan menekankan solusi yang tetap di tangan Palestina,” tegasnya.
Ia juga mendukung gagasan pembentukan pemerintahan teknokrat independen dari kalangan profesional Gaza.
“Saya setuju dengan pembentukan komite teknokrat independen dari kalangan profesional Gaza/Palestina yang mengurus hal-hal mendesak: rumah sakit, air, listrik, rekonstruksi infrastruktur dasar, distribusi bantuan. Ini juga disepakati oleh Hamas, Fatah, dan faksi-faksi lain di Kairo,” tutup Dina.







Komentar