Kondisi politik Indonesia saat ini semakin menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman oligarki dalam menentukan arah kebijakan negara. Hampir setiap keputusan strategis, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif, tidak lagi lahir dari aspirasi rakyat, melainkan dari kepentingan segelintir elite yang menguasai partai politik. Dalam situasi ini, harapan rakyat kerap berakhir sebagai ilusi semata—karena ketika para penguasa sudah “bersabda”, semua suara kritis akan tenggelam dalam kompromi politik yang elitis.
Seorang wartawan senior bahkan menyebut politik Indonesia kini “culun”, sebab wakil rakyat di parlemen tak ubahnya pelengkap prosedural. Mereka tidak memiliki kemandirian dalam membuat kebijakan, apalagi melawan arus kepentingan partai yang menunggangi oligarki. DPR, yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat, justru menjadi perpanjangan tangan kekuasaan.
Dalam konteks ini, Dandhy Laksono turut memberikan pandangan tajamnya mengenai sistem kepartaian di Indonesia. Ia menilai, sangat sulit bagi rakyat kecil untuk memiliki partai sendiri karena biaya politik yang terlampau mahal. Partai-partai yang ada saat ini pun gagal mengakomodasi kepentingan masyarakat bawah. Alih-alih menjadi wadah perjuangan ideologi, partai justru berubah menjadi alat transaksi dan perebutan kekuasaan.
Selama politik masih dikendalikan oleh oligarki dan biaya demokrasi terus mahal, cita-cita Indonesia yang berdaulat atas kehendak rakyat hanya akan menjadi mimpi di atas kertas—indah dibicarakan, tapi jauh dari kenyataan.







Komentar