Sudah Kecil Pecah, Nasib PARTAI UMMAT

Duduk Perkara Konflik Partai Ummat

Partai Ummat tengah dilanda konflik internal hingga berujung pada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebab, sejumlah pengurus Partai Ummat di tingkat daerah menolak perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sepihak, serta pembentukan susunan pengurus baru DPP oleh Ketua Majelis Syura Amien Rais.

Awal mula konflik

Konflik ini bermula dari rencana pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Ummat yang seharusnya digelar pada Agustus 2024.

Rakernas itu menjadi forum awal untuk membahas pelaksanaan musyawarah nasional (Munas) dan pemilihan ketua umum baru.

Namun, Rakernas terus mengalami penundaan dengan berbagai alasan, mulai dari menanti pelantikan Presiden Prabowo Subianto, hingga menunggu momentum politik yang dianggap lebih tepat karena adanya Pilkada 2024.

Ketidakjelasan ini lantas memicu kekecewaan di kalangan pengurus daerah.

Situasi semakin memanas ketika Majelis Syura secara mendadak menggelar musyawarah di Jakarta pada Desember 2024.

Anggota Mahkamah Partai Ummat Herman Kadir menuturkan bahwa dalam forum tersebut, Majelis Syura menetapkan perubahan AD/ART partai secara sepihak.

Perubahan itu menghapus sejumlah mekanisme demokratis dalam partai, seperti musyawarah nasional, musyawarah wilayah, dan musyawarah daerah.

Mekanisme pertanggungjawaban ketua umum maupun pengurus wilayah yang selama ini dilakukan melalui forum musyawarah juga dihapus.

Seluruh kewenangan partai kini berada di tangan Ketua Majelis Syura tanpa melalui mekanisme kolektif.

“AD/ART baru ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik. Tidak ada Munas, tidak ada Rakernas. Semua kekuasaan mutlak ada pada Majelis Syuro,” ujar Herman, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (16/6/2025).

Mendapat penolakan luas

Langkah Majelis Syura mengubah AD/ART sepihak dan mengambil alih seluruh kewenangan itu mendapat penolakan luas dari pengurus daerah.

Pengurus Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahkan membubarkan diri sebagai bentuk protes terhadap dominasi Majelis Syura di bawah kepemimpinan Amien Rais.

Herman mengungkapkan bahwa sedikitnya 24 DPW telah melaporkan keberatan resmi kepada Mahkamah Partai.

Laporan tersebut telah dikaji dan dinyatakan sebagai bentuk sengketa internal yang sah.

“Saya dari Mahkamah Partai ya, dapat pengaduan dari DPD-DPD, DPW-DPW seluruh Indonesia. Kurang lebih ada 24 DPW melapor ke Mahkamah Partai,” kata Herman.

Merespons dinamika itu, Herman dan sejumlah pengurus yang menolak perubahan AD/ART mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Hukum (Kemenkum).

Lewat surat itu, mereka meminta agar pengesahan terhadap AD/ART baru serta susunan kepengurusan yang diajukan kubu Amien Rais ditunda.

“Makanya saya kirim surat ke Menkum supaya untuk menunda. Menunda disahkannya AD/ART yang baru, untuk menunda disahkannya kepengurusan yang baru,” ujar Herman.

Kemenkum tetap sahkan pengurus Partai Ummat kubu Amien Rais

Namun, Herman mengungkapkan bahwa Kemenkum tetap menerbitkan keputusan yang mengesahkan perubahan tersebut.

Langkah itu akhirnya seolah mengesankan tidak ada sengketa internal yang sedang terjadi.

“Artinya Menkum menganggap ini tidak ada sengketa. Padahal, faktanya hari ini jelas ada, ada 22 DPD dan DPW yang hadir. Seharusnya Menkumham tidak boleh mengeluarkan dulu surat keputusan,” ucap dia.

Digugat ke PTUN

Sejumlah pengurus pusat, pendiri, dewan pengurus wilayah (DPW) Partai Ummat se-Indonesia menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor M.HH-6.AH.11.03 Tahun 2025 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Ummat (Objek Sengketa) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Gugatan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 231/G/2025/PTUN.JKT, dan sudah berjalan ini, meminta agar SK tersebut dibatalkan dan dicabut.

“Gugatan ini menargetkan pembatalan Keputusan Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor M.HH-6.AH.11.03 Tahun 2025,” kata pendiri Partai Ummat, Dwiyanto Purnomosidhi, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis, 16 Oktober 2025.

Menurut Dwiyanto, persidangan yang telah berjalan 12 kali sejak Juli menegaskan satu hal pokok, yakni setiap perubahan AD/ART partai politik harus mengikuti mekanisme yang diatur dalam AD/ART dan UU Parpol.

“Jadi intinya, AD/ART partai politik itu segala perubahan sebagai UU parpol harus sesuai dengan AD/ART itu sendiri. Jadi kalau ada perubahan AD/ART tidak sesuai AD/ART itu melanggar UU Parpol,” ujar Dwiyanto.

Para penggugat menegaskan akan terus melanjutkan gugatan sampai mendapatkan putusan yang menegaskan supremasi aturan internal partai dan ketentuan UU Parpol.

“Kalau mau, harusnya hakim kalau seusai UU harus membatalkan keputusan itu. Artinya hakim harus membaca itu,” tegas Herman.

Dwiyanto menjelaskan, AD/ART Partai Ummat yang disahkan oleh Menkum RI Supratman Andi Agtas itu tanpa verifikasi faktual, klarifikasi yang sah kepada struktur kepengurusan. Dan, perubahan itu juga tanpa adanya keputusan musyawarah nasional (MUNAS) sebagaimana diwajibkan oleh AD/ART Partai Ummat.

“Dengan demikian, pengesahan tersebut cacat hukum, cacat prosedur, dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” tegasnya.

Dalam gugatan ke PTUN, DPW Partai Ummat se-Indonesia menilai, SK Menkum RI terhadap perubahan AD/ART, merupakan tindakan administrasi yang melampaui kewenangan (ultra vires). Karena tidak didasarkan pada fakta dan mekanisme internal yang sah.

Kemenkum juga dinilai lalai menjalankan kewajiban hukum untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi sebelum mengesahkan perubahan mendasar suatu AD/ART partai politik.

“Tindakan ini berpotensi mengakibatkan kekacauan hukum internal partai, memecah belah kader, dan mencederai asas musyawarah internal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Partai Politik,” ujarnya.

Sekretaris Partai Ummat Kalimantan Tengah Yuliani Fadillah menambahkan, pihaknya meminta PTUN mengesahkan pemberlakuan AD/ART Partai Ummat hasil Munas I tanggal 16-17 Juni 2025.

“Memulihkan hak-hak konstitusional kader dan pendiri Partai Ummat untuk menjalankan organisasi sesuai prinsip amar ma’ruf nahi munkar dan asas keadilan,” tegasnya.

Selain itu, pihaknya meminta agar martabat hukum dan kedaulatan anggota Partai Ummat ditegakkan dari intervensi sewenang-wenang, baik dari dalam maupun dari pihak luar.

“Kami ingin menegaskan bahwa gugatan ini bukan sekadar soal kekuasaan internal, tetapi merupakan perjuangan moral untuk menegakkan keadilan dan melawan kedzaliman. Kami menolak keras pengesahan AD/ART yang disahkan oleh Kementerian Hukum yang diajukan oleh Majlis Syura Amien Rais,” tukasnya.

(Berbagai sumber)

Komentar