Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan larangan bagi seluruh jajaran Kejaksaan untuk tidak bergaya hidup mewah atau memamerkan kekayaan di media sosial. Kebijakan ini disampaikan lewat kanal resmi Kejaksaan, yang menekankan agar setiap jaksa menggunakan media sosial secara bijak, menjauhi perilaku konsumtif, serta menampilkan sikap hidup yang sederhana dan bersahaja.
Menurut Burhanuddin, jaksa tidak hanya berperan sebagai penegak hukum, tetapi juga harus menjadi teladan moral di tengah masyarakat. Karena itu, perilaku sehari-hari, baik di dunia nyata maupun di ruang digital, wajib mencerminkan nilai integritas, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial. “Setiap jaksa diharapkan menjadi panutan, bukan hanya dalam penegakan hukum, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat,” ujarnya sebagaimana dikutip akun resmi Kejaksaan, jaksapedia.
Kebijakan ini datang di tengah meningkatnya fenomena “flexing” di media sosial, di mana banyak pejabat atau ASN yang kerap mengunggah gaya hidup mewah hingga memicu reaksi publik. Langkah Jaksa Agung ini sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat citra bersih dan berintegritas di tubuh lembaga penegak hukum.
Menariknya, kebijakan ini mirip dengan aturan yang sudah lama diterapkan di China. Di Negeri Tirai Bambu, pejabat publik dilarang keras menampilkan kemewahan di media sosial. Pemerintah China menilai tindakan tersebut bisa menimbulkan kecemburuan sosial dan merusak kepercayaan publik terhadap aparatur negara. Beberapa pejabat bahkan pernah dicopot dari jabatannya gara-gara ketahuan memamerkan barang-barang mewah di platform seperti Weibo.
Langkah tegas Kejaksaan ini menunjukkan kesadaran bahwa citra aparat tidak hanya dibangun lewat kinerja hukum, tetapi juga melalui perilaku pribadi yang bisa diamati masyarakat luas. Dengan demikian, larangan “flexing” di kalangan jaksa diharapkan menjadi fondasi bagi lembaga penegak hukum yang lebih berwibawa, beretika, dan dekat dengan rakyat.







Komentar