Salinan Ijazah Jokowi dari KPU: Langkah Awal Kemenangan Roy Suryo Cs
Ringkasan
Ketika Roy Suryo dan tim akhirnya mendapatkan salinan ijazah Presiden Jokowi yang disebut-sebut dilegalisir oleh UGM dan berasal dari KPU, peta hukum kasus ini mulai bergeser drastis. Dokumen ini bukan sekadar kertas tetapi potongan penting dari rantai bukti yang bisa membuka kembali babak baru penyelidikan publik atas keaslian dokumen akademik kepala negara. Kini, pertanyaannya: apakah UGM masih bisa bersembunyi di balik alasan privasi ketika nama, jabatan, dan ijazah itu telah menjadi bagian dari dokumen negara?
Awal dari Pertarungan Hukum
Selama bertahun-tahun, isu keaslian ijazah Jokowi kerap ditutup dengan retorika politik. Namun ketika KPU resmi menyatakan memiliki salinan ijazah yang dilegalisir UGM, situasi berubah. Secara hukum, fakta bahwa dokumen itu digunakan sebagai syarat pencalonan presiden menandakan ijazah tersebut telah menjadi dokumen publik.
Bagi kubu Roy Suryo cs, temuan ini adalah pintu pertama menuju pembuktian yuridis. Karena dengan dokumen dari lembaga resmi, argumen mereka kini tidak lagi sekadar opini, melainkan dapat diarahkan ke uji keaslian administratif dan forensik dokumen negara.
UGM Tidak Bisa Lagi Diam
UGM kini berada di tengah pusaran legitimasi akademik dan tanggung jawab hukum. Bila benar dokumen itu dilegalisir oleh pejabat kampus, maka:
- UGM memiliki tanggung jawab hukum untuk menjelaskan prosedur legalisasi, termasuk siapa yang menandatangani, kapan, dan berdasarkan arsip akademik yang mana.
- UGM tidak bisa menolak pemeriksaan publik dengan alasan privasi, karena dokumen itu telah digunakan dalam kepentingan negara.
- Bila ada perbedaan antara data arsip asli dan dokumen yang dilegalisir, maka potensi maladministrasi dan pelanggaran etik akademik bisa menyeret pihak internal kampus ke ranah pidana.
Singkatnya, diam bukan lagi pilihan etis maupun legal.
Benturan Antara Privasi dan Transparansi
Hukum Indonesia tidak mengenal ruang gelap bagi dokumen yang dipakai dalam proses publik. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), setiap informasi yang digunakan untuk kepentingan publik wajib terbuka, termasuk ijazah pejabat publik.
Dengan demikian, UGM secara hukum dapat diminta membuka data akademik Jokowi sejauh menyangkut keaslian, nomor ijazah, dan proses penerbitan. Privasi pribadi tidak lagi menjadi dalih yang sah ketika dokumen itu telah digunakan sebagai syarat administratif jabatan tertinggi negara.
Konsekuensi bagi KPU dan UGM
Jika bukti dari KPU menunjukkan ada perbedaan versi dokumen, maka publik berhak menuntut klarifikasi resmi. Ada tiga konsekuensi hukum besar yang mungkin timbul:
- KPU bisa diperiksa ulang oleh lembaga hukum atau Bawaslu bila ternyata dokumen yang diverifikasi tidak sesuai standar otentikasi.
- UGM bisa terseret tanggung jawab administratif apabila terbukti melakukan legalisasi tanpa dasar arsip akademik yang valid.
- Roy Suryo cs bisa mengajukan permohonan pemeriksaan forensik dokumen ke lembaga resmi, termasuk PPID UGM, Ombudsman, atau bahkan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) bila permintaan informasi ditolak.
Dengan bukti baru ini, Roy Suryo cs punya pijakan legal yang jauh lebih kuat untuk menuntut audit dokumen akademik secara terbuka dan ilmiah.
Dampak Politik dan Reputasi Akademik
UGM tidak hanya membawa nama kampus, tapi juga kehormatan akademik Indonesia di mata dunia. Bila persoalan ini dibiarkan kabur, publik bisa menilai bahwa perguruan tinggi negeri tertua di Indonesia turut berperan dalam menutupi kebenaran administratif.
Di sisi lain, langkah Roy Suryo cs kini mendapat momentum politik baru: bukti dari lembaga negara. Dalam hukum pembuktian, sumber dokumen menjadi kunci utama. Jika dokumen itu benar bersumber dari KPU dan telah dilegalisir oleh UGM, maka beban klarifikasi kini berpindah: bukan pada penuduh, tetapi pada lembaga yang menerbitkan dan mengesahkan.
Penutup: Langkah Awal Menuju Terbukanya Tabir
Perjuangan Roy Suryo cs bukan semata urusan politik personal, tapi bagian dari uji integritas lembaga negara dan perguruan tinggi. Ketika rakyat mempertanyakan keaslian dokumen pejabat publik, seharusnya negara menjawab dengan transparansi bukan intimidasi atau alasan privasi.
Salinan ijazah dari KPU yang kini beredar adalah langkah awal kemenangan logika hukum atas dogma kekuasaan.
Kemenangan bukan berarti Jokowi bersalah, melainkan kebenaran mulai mendapatkan ruang untuk diuji tanpa ketakutan.
Dan di sanalah letak esensi demokrasi: ketika dokumen negara tidak lagi sakral karena jabatan, tetapi sakral karena kebenarannya.
(AMIN JABBAR)







Komentar