Omon omon Andi Amran Soal Swasembada Beras

Di balik optimisme Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menjanjikan swasembada beras dalam tiga bulan, tersembunyi data-data kritis yang justru menggambarkan situasi sebaliknya. Sebuah klaim yang mulai terasa seperti ilusi di tengah tingginya ketergantungan pada impor dan ancaman krisis pangan yang membayangi.

Dengan penuh keyakinan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia akan mencapai swasembada beras dalam tiga bulan ke depan. Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Dies Natalis Ke-69 Universitas Hasanuddin, Sabtu (13/9/2025). Namun, benarkah optimisme ini berfondasi data yang kuat, atau hanya sekadar retorika di atas panggung?

Faktanya, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mengungkap cerita yang berbeda. Indonesia justru mengimpor beras dalam jumlah sangat besar: 4,52 juta ton, senilai sekitar Rp39,9 triliun. Angka ini melonjak 47,6% dibanding tahun sebelumnya dan menjadi rekor impor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Thailand, Vietnam, dan Myanmar menjadi penyuplai utama.

Di saat yang sama, produksi beras domestik justru mengalami penurunan. Produksi beras 2024 tercatat 30,37 juta ton, turun 2,35% dari tahun 2023. Penurunan ini terutama disebabkan oleh menyusutnya luas lahan panen.

Kesenjangan Data Konsumsi yang Mengkhawatirkan

Persoalan menjadi semakin rumit dengan adanya kesenjangan data konsumsi. BPS mencatat konsumsi beras per kapita pada 2024 adalah 79,08 kg/tahun. Namun, data dari Departemen Pertanian AS (USDA) menempatkan angka konsumsi Indonesia di posisi 185,2 kg/kapita/tahun—selisih yang sangat signifikan, lebih dari 100 kg!

Jika mengacu pada data USDA, maka klaim swasembada tidak hanya sulit dicapai, tetapi bahkan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri saja, produksi saat ini masih kekurangan sekitar 10 juta ton. Pertanyaannya, mampakah panen raya Oktober-Desember 2025 menutupi defisit sebesar itu?

Masalah Berlapis di Lumbung Pangan

Masalah tidak berhenti di data makro. Di lapangan, Komisi IV DPR menemukan 1.200 ton beras tidak layak konsumsi di gudang Bulog Ternate, Maluku Utara, pada September 2025. Temuan ini memicu spekulasi penimbunan dan mendorong kenaikan harga.

Ironisnya, di tengah bayang-bayang kekurangan ini, kebijakan impor beras justru dihentikan sepanjang 2025. Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Bulog yang mencapai 3,8 juta ton di Januari 2025—yang sebagiannya juga berasal dari impor—diprediksi tidak cukup untuk menutupi lubang yang dalam ini.

Peringatan: Bom Waktu Menjelang 2026

Klaim swasembada yang gegabah berisiko menjadi bom waktu yang akan meledak di sekitar April-Mei 2026. Jika krisis pangan terjadi, bukan hanya Mentan Amran yang akan menuai kritik, tetapi kredibilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang bisa ikut tererosi.

Jangan sampai ambisi swasembada hanya sekadar ilusi dan data yang dipoles untuk memuaskan atasan—sebuah praktik Asal Bapak Presiden Senang (ABPS) yang berbahaya. Ketahanan pangan adalah urusan nyata yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kewaspadaan dan kejujuran dalam membaca data adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Komentar