Gak Bener, Menganiaya Sampai Meninggal Cuma Divonis 10 Bulan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras vonis ringan terhadap Sertu Riza Pahlivi, prajurit TNI yang dinyatakan bersalah dalam kasus penganiayaan hingga tewas terhadap MHS (15), pelajar SMP di Medan, Sumatera Utara. Pengadilan Militer I-02 menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara dan restitusi Rp12,7 juta kepada ibu korban, Lenny Damanik.

Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan oditur militer yang sebelumnya menuntut 1 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Tuntutan itu sendiri sudah dianggap terlalu lunak oleh pihak keluarga korban.

Tangis pecah di ruang sidang saat hakim membacakan putusan. Ibu korban, Lenny Damanik, menyebut keputusan itu tidak adil dan mencederai rasa keadilan keluarga. Suara tangisnya bahkan sempat menghentikan pembacaan amar putusan oleh majelis hakim.

Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, menilai putusan tersebut menjadi “catatan kelam” bagi dunia peradilan militer di Indonesia. “Vonis ini bukan hanya melukai rasa keadilan korban, tapi juga menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia,” ujarnya, Selasa (21/10).

Menurut LBH, sejumlah kejanggalan muncul dalam proses persidangan. Salah satunya, pertimbangan hakim yang menyebut tidak ada bekas luka pada tubuh korban. Padahal saksi Det Malem Haloho menyatakan korban sempat mengeluh kesakitan di perut, tidak bisa duduk, dan terus muntah hingga akhirnya meninggal dunia.

Kesaksian lain juga menunjukkan adanya unsur kekerasan. Saksi Ismail Syahputra Tampubolon melihat langsung korban diserang hingga jatuh di sela rel kereta, sementara saksi Naura Panjaitan—yang juga menyebut ada pemukulan—tidak sempat bersaksi karena meninggal dunia.

LBH menilai vonis 10 bulan itu tidak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan. “Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak jelas mengatur hukuman maksimal 15 tahun penjara bagi pelaku kekerasan terhadap anak hingga meninggal dunia. Tapi di sini, tuntutan oditur hanya 1 tahun dan vonis hakim malah lebih ringan lagi,” kata Irvan.

LBH Medan mendesak oditur militer mengajukan banding dan berencana melaporkan majelis hakim ke Mahkamah Agung karena dugaan kejanggalan dalam putusan. Mereka juga menuntut adanya reformasi peradilan militer, yang dinilai terlalu tertutup dan sering kali tidak berpihak pada korban sipil.

Kasus ini bermula ketika ibu korban melapor ke Denpom I/5 Medan pada 28 Mei 2024 dengan nomor laporan TBLP-58/V/2024. Dalam sidang yang dipimpin Letkol Ziky Suryadi pada Senin (20/10), majelis hakim menyatakan Riza Pahlivi bersalah karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain.

Usai putusan dibacakan, terdakwa menyatakan masih akan pikir-pikir selama tujuh hari sebelum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.

Komentar