Warga dan Mahasiswa Kompak Tolak Tambang Emas 19000 Hektare

Penolakan terhadap rencana pertambangan emas di Kabupaten Seluma, Bengkulu, semakin meluas. Masyarakat bersama mahasiswa bersatu menyuarakan sikap tegas menolak proyek tambang yang dinilai mengancam ruang hidup dan keberlanjutan lingkungan di wilayah mereka.

Gelombang penolakan ini dipimpin oleh Himpunan Mahasiswa Seluma (Himasel) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil. Mereka menolak eksploitasi tambang emas oleh PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM), yang disebut akan beroperasi di area seluas lebih dari 19.000 hektare di kawasan Semidang Alas dan Ulu Talo.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak perampasan ruang hidup. Jika negara berdiri bersama korporasi, maka rakyat dan mahasiswa akan menjadi pagar besi terakhir. Seluma bukan tanah untuk dijual, melainkan warisan untuk dijaga,” tegas Ketua Umum Himasel, Rego Bangkito.

Ancaman Kerusakan Sungai dan Hutan Lindung

Dari hasil kajian Himasel, sedikitnya enam Daerah Aliran Sungai (DAS) terancam rusak jika aktivitas pertambangan benar-benar dilakukan. Sungai-sungai itu selama ini menjadi sumber kehidupan bagi warga di enam kecamatan — menyediakan air bersih, irigasi pertanian, serta kebutuhan peternakan.

Kekhawatiran juga muncul terhadap potensi pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida, dua bahan kimia berbahaya yang umum digunakan dalam proses pengolahan emas.

“Jika bahan beracun itu mencemari sungai, rantai pangan lokal bisa hancur. Air yang kami gunakan untuk hidup akan menjadi racun,” ujar Rego.

Selain mengancam sumber air, wilayah konsesi tambang juga mencakup hutan lindung Bukit Sanggul dan HPT Air Talo, habitat penting bagi satwa langka seperti Harimau Sumatera dan Beruang Madu. Aktivitas tambang di kawasan itu dikhawatirkan mempercepat kerusakan ekosistem dan kehilangan keanekaragaman hayati di barat Sumatera.

Desakan Hentikan Rencana Eksploitasi

Himasel menilai, proyek tambang emas Seluma tidak hanya berisiko ekologis, tetapi juga berpotensi melanggar sejumlah regulasi lingkungan dan kehutanan. Mereka mendesak pemerintah daerah serta kementerian terkait untuk membatalkan izin eksplorasi dan mengembalikan kawasan itu kepada fungsi ekologisnya.

“Bila eksplorasi berlanjut, bukan hanya manusia yang kehilangan ruang hidup, tapi seluruh ekosistem di Seluma akan musnah,” pungkas Rego.

Masyarakat bersama mahasiswa berkomitmen untuk terus mengawal isu ini. Bagi mereka, perjuangan menjaga tanah leluhur bukan sekadar tentang penolakan terhadap tambang, tetapi tentang mempertahankan kehidupan dan warisan generasi yang akan datang.

Komentar