Jakarta – Analis dari Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra, menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membersihkan mafia pajak dan bea cukai merupakan kebijakan yang sangat tepat. Selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (2013–2024), praktik miss invoicing diduga marak terjadi hingga menyebabkan kebocoran penerimaan negara mencapai Rp1.000 triliun per tahun.
“Data itu menggambarkan betapa besar kerugian negara. Pantas saja Jokowi pada 2016 mengaku memiliki data simpanan warga Indonesia di luar negeri mencapai Rp11.000 triliun,” ujar Gede di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurut Gede, praktik miss invoicing terbagi menjadi dua: under invoicing dan over invoicing.
Pada under invoicing, nilai transaksi dikecilkan agar beban pajak dan bea keluar berkurang. Sebaliknya, over invoicing dilakukan dengan membesar-besarkan nilai transaksi untuk mengakali arus dana keluar negeri.
“Tujuannya sama, menghindari pajak dan menggerus penerimaan negara,” tegasnya.
Jika kebocoran tersebut dapat ditekan, kata Gede, dampaknya akan sangat besar terhadap kondisi fiskal Indonesia. “Misalnya 20 persen saja bisa diselamatkan, itu sekitar Rp200 triliun. Dana sebesar itu bisa membiayai banyak program prioritas pemerintahan Prabowo tanpa perlu memangkas anggaran,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, Gede menilai langkah Purbaya melakukan pembersihan internal di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) sudah sangat tepat.
“Dua lembaga ini butuh darah segar. Kami mendukung seribu persen langkah Menkeu Purbaya. Meski berat, tapi itu jalan satu-satunya,” katanya.
Purbaya Janji Sikat Pegawai Nakal
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan menindak tegas pegawai DJP dan DJBC yang terlibat praktik penyimpangan dan penyelundupan.
“Sebentar lagi akan ada penangkapan besar-besaran. Saya tidak peduli siapa di belakangnya, karena di belakang saya ada Presiden,” tegas Purbaya, Sabtu (16/10/2025).
Ia menilai, penertiban barang-barang selundupan dan penegakan aturan di sektor riil akan berdampak positif terhadap rasio pajak dan pertumbuhan industri dalam negeri. “Banyak barang selundupan masuk karena ada oknum bea cukai yang tidak menjalankan tugas dengan benar,” tambahnya.
Purbaya juga mengaku telah memanggil pejabat Bea Cukai dan mendapat laporan adanya pihak yang melindungi praktik ilegal tersebut.
“Kalau Dirjen Bea Cukai saya pangkat bintang tiga, yang di belakangnya bintang empat, ya kita laporkan ke Presiden,” ujarnya.
Target Pajak Masih Jauh dari Harapan
Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun, namun hingga awal Oktober baru terealisasi 62,4 persen. Sementara realisasi penerimaan bea cukai baru 73,4 persen dari target Rp301,59 triliun.
Rendahnya capaian tersebut memperkuat dugaan kebocoran dari praktik miss invoicing dan penyelundupan barang. Purbaya pun menegaskan bahwa pemberantasan rokok ilegal dan penyelundupan akan menjadi prioritas utama kementeriannya.
“Kalau kebocoran bisa ditutup, kita tak perlu menambah utang. Kas negara akan cukup untuk membiayai program rakyat,” ujar Gede.
Kesimpulan
Dugaan praktik miss invoicing selama era Jokowi menjadi perhatian serius. Dengan potensi kerugian mencapai Rp1.000 triliun per tahun, kebijakan tegas Menkeu Purbaya dianggap sebagai momentum penting untuk menutup kebocoran, memperkuat kas negara, dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan negara.







Komentar