Tahanan Palestina Ceritakan Bagaimana Penyiksaan di Penjara Israel Membuatnya Buta

  • Mahmoud Abu Foul, yang ditangkap dari Gaza utara, mengatakan ia kehilangan penglihatan akibat penyiksaan berat di penjara Israel.
  • Mahmoud Abu Foul, 28 tahun, mengatakan ia kehilangan penglihatannya setelah disiksa dan dipukuli dalam tahanan Israel.

Selama sepuluh bulan ditahan oleh Israel, Mahmoud Abu Foul akhirnya mendengar suara ibunya—tetapi ia tak dapat lagi melihat wajahnya.

Pria berusia 28 tahun asal Gaza utara itu ditangkap dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya Gaza pada akhir Desember 2024, dan dipenjara di beberapa fasilitas penahanan Israel.

Di sana, menurut kesaksiannya, para penjaga menyiksa dan memukulinya begitu parah hingga ia kehilangan penglihatan.

Ia dibebaskan pekan ini sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat, yang juga membuat hampir 2.000 tahanan Palestina dibebaskan dari penjara Israel—banyak dari mereka memperlihatkan tanda-tanda penyiksaan dan luka serius.

Disiksa Hingga Buta

Abu Foul, yang sebelumnya telah kehilangan satu kakinya akibat serangan bom Israel pada 2015, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia mengalami penyiksaan brutal selama di penjara.

Di penjara Sde Teiman, yang oleh tahanan lain disebut sebagai “penjara yang mematahkan jiwa laki-laki”, ia dipukuli berulang kali.

Suatu hari, para penjaga memukul kepalanya dengan keras hingga ia pingsan.

“Ketika aku sadar, aku tidak bisa melihat lagi,” katanya.

Ia terus meminta perawatan medis, tetapi hanya diberikan satu jenis obat tetes mata yang tidak membantu sama sekali.

“Mataku terus mengeluarkan air dan nanah, terasa sangat sakit, tapi tidak ada yang peduli,” ujarnya.

Ia bahkan melakukan mogok makan untuk menuntut perawatan, tetapi otoritas penjara mengabaikan tuntutannya.

Momen Bertemu Ibu Tanpa Bisa Melihat

Ketika akhirnya dibebaskan dan dipindahkan ke Rumah Sakit Nasser, Abu Foul menunggu keluarganya dengan cemas.

Ia mendengar bahwa Gaza utara telah hancur lebur, dan takut keluarganya telah tiada. Namun, ibunya datang menemuinya.

“Saat aku mendengar suaranya, aku langsung memeluknya erat-erat,” katanya.

“Aku tidak bisa melihatnya, tapi mendengar suaranya saja sudah seharga seluruh dunia.”

Kini, Abu Foul tinggal di tenda dekat reruntuhan, masih tanpa perawatan medis untuk matanya, dan berharap bisa mendapat bantuan untuk berobat ke luar negeri.

Penyiksaan Sistematis di Penjara Israel

Kisah Abu Foul selaras dengan bukti yang semakin banyak tentang adanya penyiksaan sistematis di penjara-penjara Israel.

Banyak tahanan yang dibebaskan pekan ini keluar dalam keadaan kurus kering atau penuh luka.

Salah satu dari mereka kehilangan hampir setengah berat badannya selama ditahan.

Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR) mendokumentasikan kesaksian 100 mantan tahanan yang ditahan antara Oktober 2023–2024, dan menemukan bahwa penyiksaan terjadi di seluruh fasilitas penjara Israel, bukan hanya di tempat terkenal seperti Sde Teiman.

Semua tahanan ditahan tanpa komunikasi dengan dunia luar—tanpa akses ke pengacara, hakim, atau keluarga.

Israel telah mengembalikan lebih dari 100 jenazah tahanan Palestina yang meninggal dalam tahanan.

Sumber medis mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sebagian menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan kemungkinan eksekusi.

“Mereka tidak mati secara alami. Mereka dieksekusi dalam keadaan terikat,” kata Dr. Munir al-Bursh, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza.

Organisasi HAM Israel B’Tselem tahun lalu menggambarkan sistem penjara Israel sebagai “jaringan kamp penyiksaan” di mana tahanan mengalami kekerasan fisik sistematis, kelaparan, penolakan perawatan medis, dan pelecehan seksual.

PBB memperkirakan setidaknya 75 tahanan Palestina tewas di penjara Israel sejak Oktober 2023.

(sumber: Al Jazeera/ Terjemah: Nuim Hidayat)

Komentar