Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menolak wacana pemberlakuan tax amnesty atau pengampunan pajak secara rutin. Ia menilai kebijakan tersebut justru berpotensi mendorong ketidakjujuran di kalangan wajib pajak.
“Kalau pengampunan pajak dilakukan berulang, misalnya setiap dua atau tiga tahun sekali, pesannya jadi salah. Masyarakat akan berpikir, lebih baik manipulasi pajak dulu saja, nanti toh akan diputihkan lagi,” ujar Purbaya dalam acara Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10).
Menurutnya, kebijakan semacam itu bertentangan dengan prinsip dasar perpajakan yang seharusnya menegakkan kejujuran dan kepatuhan. “Saya tidak akan pernah mendukung program pengampunan pajak yang dilakukan secara reguler,” tegasnya.
Sebelumnya, Purbaya juga telah menolak gagasan Tax Amnesty jilid III yang sempat mengemuka di parlemen pada akhir 2024. Pemerintah dan DPR saat itu memasukkan RUU perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam daftar prioritas Prolegnas 2025.
Purbaya menilai, langkah terbaik bukanlah memberi amnesti berulang, melainkan memperkuat penegakan aturan pajak dan memberikan perlakuan yang adil kepada pembayar pajak yang patuh.
“Yang benar itu jalankan sistem pajak sebagaimana mestinya. Kalau ada yang melanggar, beri sanksi. Tapi jangan terus-menerus memberi pengampunan, karena itu justru melemahkan kepercayaan publik,” tuturnya.
Sebagai catatan, Indonesia telah dua kali melaksanakan program serupa.
- Tax Amnesty Jilid I berlangsung pada 2016–2017 dengan partisipasi hampir satu juta wajib pajak. Total harta yang diungkap mencapai Rp4.854 triliun, menghasilkan uang tebusan Rp114 triliun, atau sekitar 69% dari target.
- Program berikutnya adalah Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari–30 Juni 2022, diikuti 247.918 wajib pajak dengan pengungkapan harta senilai Rp594,8 triliun dan penerimaan pajak Rp60 triliun.
Meski sukses dari sisi penerimaan, Purbaya menilai model kebijakan tersebut tidak bisa menjadi solusi jangka panjang. Ia menegaskan, reformasi pajak yang berkeadilan dan penegakan hukum yang konsisten lebih penting dibanding sekadar memberi pengampunan berkala.







Komentar