Pada masa kuno, Mesir hidup sepenuhnya bergantung pada Sungai Nil. Setiap tahun, naik-turunnya air Nil menentukan pertanian, pangan, dan kelangsungan hidup masyarakat.
Pada masa Amirul Mukminin (Khalifah) Umar bin Khattab, saat itu Mesir sudah menjadi wilayah Kekhalifahan, Sungai Nil mengalami kekeringan parah.
Penduduk Mesir memiliki tradisi kuno untuk mengorbankan seorang gadis perawan dengan melemparkannya ke sungai agar airnya mengalir.
Gubernur Mesir saat itu, Amru bin Ash (salah seorang Sahabat Nabi), melarang tradisi syirik tersebut dan melaporkan keadaannya kepada Khalifah Umar di Madinah.
Umar membalas surat Amru dengan sebuah surat berisi lembaran kertas yang kemudian diperintahkan untuk dilempar ke Sungai Nil.
Isi surat tersebut: “Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, kepada Sungai Nil di Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir karena kehendakmu sendiri, maka janganlah mengalir. Namun, jika engkau mengalir karena perintah Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, maka kami memohon kepada-Nya agar Dia menjadikan engkau mengalir”.
Amru bin Ash melemparkan surat Khalifah Umar tersebut ke Sungai Nil, dan keesokan harinya air sungai naik dengan deras mencapai 16 hasta (sekitar 7 meter) dalam semalam.
Peristiwa ini mengakhiri tradisi tumbal di Mesir dan membuktikan kekuasaan Allah, menunjukkan bahwa alam semesta tunduk pada perintah-Nya, bukan pada ritual syirik.







Komentar