โ๐ปAbdul Ghofur Maimoen
Ahad lalu, saya ke Sumurgung Tuban untuk menghadiri pernikahan santri. Sampai di lokasi seorang yang tampak sudah sepuh berjalan keluar dari area pernikahan. Mungkin beliau bermaksud menjemput Alfaqir. Ada rasa malu dalam diri dijemput priantun yang telah sepuh. Saya menggamit tangan beliau dan menggandengnya kembali ke mushalla, tempat akan dilangsungkannya akad nikah. Beliau sangat tawadhuโ hingga membikin diri bergetar.
Di majelis itu saya mengetahui, bahwa beliau adalah Kiai Faqih (semoga ingatan saya tidak salah). Beliau adalah keturuan dari Mbah Mutamakkin Kajen dari istri yang di Sumurgung. Sebelum pindah ke Kajen Pati, Mbah Mutamakkin tinggal di Sumurgung Tuban. Ada peninggalan masjid beliau di sini. Saya sangat senang bertemu dengan Kiai Faqih. Keangkuhan diri sebagai bagian dari rais syuriah PBNU serasa luruh di depan beliau. Seharusnya beliau yang menempati posisi ini. Jika saja beliau ada di PBNU, mungkin bisa menenangkan berbagai gejolak.
Sekarang beliau telah memasuki umur 95 tahun. Penglihatannya baik, pendengarannya baik dan bicaranya juga baik. Sama sekali tak menyangka beliau telah mencapai umur itu. Beliau bercerita, saat Jepang masuk ia telah berumur 13 tahun. Sampai sekarang beliau masih menjadi imam di mushallanya ini. Luar biasa. Saya menghadiri pernikahan santri yang ternyata adalah cucu beliau. Rasanya senang sekali bertemu dengan beliau.
Saya tanya, rahasianya apa kiai sehingga bisa tetap sehat di umur yang telah mencapai 95 tahun. Beliau menjawab, โqanaโahโ, sikap menerima. Saya yakin seyakin-yakinnya, itu bukan sekedar kalimat yang diucapkan, tapi benar-benar gaya hidup yang beliau jalani. Sumurgung pernah banjir, cerita beliau, dan rumah beliau hanyut. Beliau menerimanya, benar-benar qanaah. Kita butuh kiyai-kiyai yang tidak saja pandai beretorika. Kita semua butuh kiai-kiai yang pintar berperilaku bukan sekedar fasih beretorika.
(Sumber: fb)
_____________________________
Qana’ah merupakan salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Secara etimologis, qana’ah berarti merasa cukup dengan apa yang ada, tidak tamak, dan selalu bersyukur atas nikmat Allah, baik nikmat yang keci terlebih nikmat yang besar.
Qanaah dalam kehidupan sehari-hari menjadi pilar keseimbangan jiwa yang dapat melahirkan ketenangan batin, kestabilan sosial, dan keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khaliq.
Dari aspek ajaran Rasulullah SAW, qana’ah mencerminkan keikhlasan hati dalam menerima ketetapan Allah, sehingga melahirkan rasa puas dan syukur atas segala yang telah dikaruniakan.
Hadits Nabi SAW:
ููุฏู ุฃูููููุญู ู ููู ุฃูุณูููู ู ููุฑูุฒููู ููููุงููุง ูููููููุนููู ุงูููููู ุจูู ูุง ุขุชูุงูู
“Sungguh beruntung orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberi sifat qana’ah atas apa yang Allah karuniakan kepadanya.” (HR. Muslim).
Khulafaurrasidun yang kedua, Umar bin Khattab RA menyatakan:
ููุง ุชูุฌูุฒูุนู ู ููู ููููููู ุงูุฑููุฒูููุ ููุฅูููู ุงููููููููู ููุง ููุชููููููุ ููุงูููููููุตู ุงูููุฐูู ููุง ููุคูุซููุฑู ุจูุฃูุฌููู ุงูููููู ููููุง ุฑูุฒููููู
“Jangan bersedih atas sedikitnya rezeki, karena sedikit yang Allah berikan pasti mencukupi, dan tidak ada yang mempengaruhi ajal maupun rezeki kecuali ketetapan Allah.”
Qana’ah adalah buah dari keyakinan dan tawakal yang mendalam, sehingga seseorang dapat merasakan kebahagiaan sejati dari sikap ridha terhadap ketentuan Allah.







Komentar