Israel Panas, Rapat PBB Setujui Pembentukan Negara Palestina

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan dukungan besar terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina melalui skema two-state solution. Dalam pemungutan suara terbaru, sebanyak 142 negara mendukung terbentuknya negara Palestina, sementara 10 negara menolak dan 12 memilih abstain.

Resolusi yang disahkan tersebut memang tidak bersifat mengikat, namun menjadi bagian dari “Deklarasi New York” yang berisi rencana mengakhiri konflik panjang lebih dari tujuh dekade. PBB sekaligus mendesak Israel agar membuka jalan bagi berdirinya negara Palestina, walau langkah ini ditolak keras oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Beberapa jam sebelum voting berlangsung, Netanyahu menegaskan, “Tidak akan ada negara Palestina.” Pernyataan itu disampaikan bersamaan dengan penandatanganan kesepakatan perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat, wilayah yang diakui Palestina sebagai bagian dari negaranya kelak. “Tempat ini milik kami,” ujarnya, dikutip Associated Press, Sabtu (13/9/2025).

Resolusi ini didorong oleh Prancis dan Arab Saudi yang sebelumnya memimpin konferensi tingkat tinggi pada Juli lalu, sekaligus menjadi negara pengusung solusi dua negara. Konflik Gaza yang sudah berlangsung hampir dua tahun diperkirakan juga akan menjadi sorotan utama pada sidang tahunan Majelis Umum PBB mulai 22 September mendatang.

Palestina berharap, dukungan resolusi ini akan membuat setidaknya 10 negara tambahan mengakui kedaulatan Palestina, melengkapi lebih dari 145 negara yang sudah memberikan pengakuan. Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyebut hasil voting mencerminkan kerinduan komunitas internasional untuk menciptakan perdamaian. Ia menegaskan, pihak yang masih memilih jalur perang seharusnya mendengar pesan akal sehat yang disuarakan dunia di Majelis Umum.

Namun, penolakan keras datang dari Israel dan sekutunya. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyebut resolusi ini hanyalah “pertunjukan sandiwara” yang justru menguntungkan Hamas. Sementara Amerika Serikat juga menolak, dengan menyebut Deklarasi New York sebagai aksi politis yang salah arah. AS menekankan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang Israel dan menyandera 250 lainnya sebagai bukti ancaman serius.

Meski demikian, resolusi tersebut juga menyoroti agresi Israel yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur di Gaza, termasuk pengepungan yang menimbulkan krisis kemanusiaan parah. Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 64.000 korban jiwa akibat operasi militer Israel, tanpa membedakan warga sipil maupun kombatan.

Deklarasi itu menyebut Otoritas Palestina sebagai pihak yang berhak mengendalikan seluruh wilayah Palestina, sementara Hamas diminta mengakhiri kekuasaannya di Gaza serta menyerahkan senjata. Selain itu, juga diajukan wacana pembentukan misi stabilisasi internasional sementara di bawah PBB untuk melindungi warga sipil, memfasilitasi transisi keamanan ke Otoritas Palestina, serta memberikan jaminan keamanan bagi kedua belah pihak.

Resolusi akhirnya menyerukan kepada negara-negara anggota PBB agar segera mengakui Palestina sebagai negara, dengan menekankan bahwa Palestina merupakan bagian tak terpisahkan dalam mewujudkan solusi dua negara.

Sumber: CNBC Indonesia

Komentar