IJAZAH ASLI SUDAH DITUNJUKKAN. KOK MASIH DIBILANG PALSU?

IJAZAH ASLI SUDAH DITUNJUKKAN. KOK MASIH DIBILANG PALSU?

Oleh: Hanif Nurcholis

Ada teman WA ke saya bahwa ijazah asli Jokowi sudah ditunjukkan dalam gelar perkara khusus. Hal ini memperkuat apa yang diomongkan oleh Rektor UGM dan polisi sebelumnya bahwa ijazah Jokowi itu asli. Tapi masih banyak orang yang tidak percaya. Apakah omongan rektor UGM dan polisi masih tidak bisa dipercaya. Begitu juga dengan ijazah asli Jokowi yang ditunjukkan itu. “Bagaimana menurut kamu?”, Tanya teman.

Saya jawab begini.

Sebagai pengajar filsafat ilmu dan logika/mantiq, saya menjawab bukan dengan posisi politik, pendukung atau bukan pendukung Jokowi melainkan dengan kerangka ilmiah yang sah.

Ini Bukan Soal “Percaya atau Tidak Percaya”
Pertanyaan “apakah omongan Rektor UGM dan Polisi masih tidak bisa dipercaya?” sudah salah sejak awal.

Dalam logika ilmiah, kebenaran tidak ditentukan oleh omongan orang termasuk omongan orang yang memegang otoritas.

Dalam ilmu logika atau mantiq percaya kepada omongan orang ngomong tanpa bukti sahih adalah sebuah kesalahan cara bernalar (logical fallacy).

Dalam hal kasus ijazah Jokowi menurut ilmu filsafat dan logika harus ditentukan ontologi dan epistemologinya.

Ontologi:
Apa Objek yang Dipersoalkan?

Ontologi = apa yang sedang dibahas.
Objeknya jelas:
Ijazah
Benda material (artefak fisik)
Kertas dengan ciri fisik, historis, dan administratif.
Ia benda konkret.

Epistemologi:
Bagaimana Cara Mengetahui Kebenarannya?
Bagaimana kebenaran diperoleh?

Untuk benda material, cara ilmiahnya adalah:
Observasi langsung:
Pemeriksaan fisik
Uji forensik (kertas, tinta, cetakan, penomoran, arsip)
Verifikasi administratif berbasis dokumen primer.

Bukan dengan pernyataan lisan rektor UGM, omongan polisi, dan omongan orang yang mengaku satu angkatan dengan Jokowi.
Bukan dengan konferensi pers.
Bukan dengan klaim pejabat apapun dan siapapun.

Kalau hanya percaya atas omongan orang siapapun itu orangnya maka disebut kesalahan bernalar jenis appeal to authority.

Di Mana Kesalahan Logikanya?
Ketika seseorang berkata:
“Ijazah itu asli karena Rektor UGM bilang asli”
“Ijazah itu asli karena Polisi bilang asli”
Ini bukan pembuktian ilmiah.

Ini adalah logical fallacy klasik:
Appeal to Authority (Argumentum ad verecundiam).

Menganggap sesuatu benar bukan karena bukti,
tetapi karena ada pejabat yang punya otoritas ngomong.

Dalam ilmu logika/mantiq, ini cacat nalar.

Agar konkrit saya beri contoh.
Pada tahun 1600an pejabat tinggi Gereja ngomong bahwa matahari mengelilingi bumi.
Galileo melakukan penelitian dengan cara mengamati benda-benda langit dengan teleskop. Hasilnya bukan matahari yang mengelilingi bumi tapi bumi lah yang mengelilingi matahari.

Pejabat Gereja dan Umat Katolik seluruh dunia marah besar karena omongan Galileo menyanggah omongan pejabat yang punya otoritas tertinggi di gereja.

Mana yang benar? Omongan pemegang otoritas atau omongan Galileo? Omongan pemegang otoritas tertinggi gereja lah yang salah karena hanya berpegang keyakinan tanpa bukti ilmiah.

Posisi Ilmiah yang Benar

Secara ilmiah, posisi yang sah adalah:
Ijazah dinyatakan asli atau palsu bukan karena siapa yang berbicara,
melainkan karena hasil pengujian terhadap objeknya.
Jika objek tidak diuji secara terbuka dan dapat diverifikasi,
maka klaim kebenaran belum sah secara epistemologis.

“Gelar Perkara Khusus” Bukan Akhir Pembuktian

Perlu ditegaskan secara jujur dan proporsional:
Memang benar, ijazah yang diklaim “asli” telah ditunjukkan dalam gelar perkara khusus.
Ini adalah sedikit kemajuan prosedural, karena objek material akhirnya diperlihatkan, tidak lagi sekadar diklaim secara verbal.

Namun, menunjukkan TIDAK SAMA DENGAN membuktikan.

Dalam epistemologi ilmu pengetahuan:
Memperlihatkan benda bukan menguji benda
Memamerkan dokumen bukan memverifikasi keasliannya.

Jika ijazah hanya ditunjukkan,

tetapi:

tidak diuji oleh laboratorium forensik yang kredibel,
tidak menggunakan metode ilmiah yang dapat direplikasi,
tidak dilakukan secara fair dan transparan,
dan hasil pengujiannya tidak dibuka ke publik,
maka secara logika dan filsafat ilmu:
klaim “asli” belum sah secara epistemologis.

Bahkan dalam mantiq klasik, menunjukkan tanpa pengujian dapat berubah menjadi penyesatan simbolik, karena publik diarahkan pada kesan benar, bukan bukti kebenaran.

Prinsipnya jelas:
Yang ditunjukkan harus diuji
Yang diuji harus dapat diverifikasi
Yang diverifikasi harus terbuka untuk diuji ulang.

Tanpa itu, klaim keaslian masih berada pada level retorika, bukan pembuktian ilmiah.

Jadi intinya,

Salah jika mengatakan:
“Percaya saja pada Universitas Gadjah Mada”
“Percaya saja pada polisi”
“Yang penting sudah dijelaskan”

Yang benar:
Uji objeknya
Tunjukkan prosesnya
Buka hasil pemeriksaannya

Kesimpulan Logis:

Masalah ijazah Joko Widodo:
Bukan soal percaya atau tidak percaya pada UGM, polisi, atau siapa pun.
Bukan soal siapa yang bicara paling keras (termasuk Roy Suryo).

Kesalahan cara berpikir, logical fallacy:
Jika objek material dibuktikan dengan omongan verbal dari pemegang otoritas,
atau sekadar pertunjukan prosedural.

Ini bukan ilmu melainkan sofisme (penipuan dengan cara membuat proposisi-proposisi yang seolah-olah ilmiah dengan tujuan menipu orang yang tidak bisa berpikir dengan prinsip-prinsip logika).

Dalam bahasa mantiq klasik disebut
bāṭil al-istidlāl — penalaran yang rusak, meskipun dibungkus dengan omongan pemegang otoritas dan prosedur resmi.

(*)

Komentar