Viral putusan kontroversial dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat! Windu Aji Sutanto, mantan Ketua Relawan Jokowi, terbukti menikmati hasil pencucian uang senilai Rp1,7 miliar, namun divonis BEBAS oleh majelis hakim. Putusan yang dibacakan oleh Hakim Sri Hartati pada Rabu (24/9/2025) ini langsung menyulut gelombang protes publik.
Alasan pembebasan ini sungguh mengejutkan! Majelis hakim beralasan kasus ini merupakan pengulangan dari kasus korupsi Ore Nikel Blok Mandiodo yang sudah inkrah. Hakim menerapkan asas ne bis in idem – yang berarti perkara dengan kasus dan pihak yang sama tidak dapat diajukan kembali ke pengadilan.
Padahal fakta di persidangan menunjukkan Windu terbukti melakukan pencucian uang hasil korupsi! Tapi hukum seolah tak berdaya menghadapi permainan pasal ini. Asas ne bis in idem yang seharusnya menjadi perlindungan hukum justru menjadi “pintu belakang” untuk lolos dari jerat hukum.
Yang lebih mencengangkan, ini bukan pertama kalinya Windu terlibat kasus korupsi! Pada November 2024, Windu sudah divonis 10 tahun penjara dalam kasus korupsi pertambangan Ore Nikel Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun! Dalam kasus besar itu, Windu juga diharuskan membayar uang pengganti Rp500 juta.
Ironisnya, meski sedang menjalani hukuman kasus korupsi triliunan, Windu masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kasus terbarunya ini. Pertanyaannya: bagaimana mungkin seorang terpidana kasus korupsi besar bisa bebas dari jerat pencucian uang?
Kasus ini mempertanyakan konsistensi penegakan hukum di Indonesia. Publik pun bergemanya: “Gimana kasus korupsi pertambangannya?” Putusan ini jelas mengundang tanya: apakah hukum di Indonesia masih tegas terhadap koruptor, atau justru memberikan ruang bagi mereka untuk bermain dengan celah-celah hukum?







Komentar