Peristiwa penjarahan yang menimpa rumah anggota DPR Ahmad Sahroni pada 30 Agustus 2025 menjadi salah satu sorotan besar publik. Dalam kekacauan tersebut, massa yang mengamuk tidak hanya merusak isi rumah, tetapi juga membawa kabur sejumlah barang berharga. Dari sekian banyak barang yang hilang, yang paling mencuri perhatian adalah sebuah jam tangan mewah merek Richard Mille. Jam tangan eksklusif ini dikenal sebagai salah satu koleksi termahal Sahroni, dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp15 miliar. Aksi penjarahan yang terekam kamera serta beredar di media sosial sontak memicu kehebohan, mengingat harga jam tangan itu setara dengan deretan mobil mewah.
Namun, kisah salah satu pelaku yang nekat memamerkan jam tangan hasil jarahannya justru berbalik menjadi bumerang. Dalam sebuah unggahan yang viral, terlihat seorang remaja menunjukkan jam Richard Mille tersebut seakan-akan berhasil meraih kekayaan instan. Sayangnya, kebanggaan sesaat itu langsung memicu perhatian aparat dan intelijen. Melalui penelusuran digital serta data yang tersebar, identitas anak tersebut diduga berhasil dilacak hanya dalam hitungan waktu singkat. Nama, alamat, hingga detail pribadinya muncul di berbagai grup percakapan, menandakan bahwa pelaku kini berada dalam pantauan serius pihak berwenang.
Apa yang awalnya dianggap sebagai “jalan pintas menuju kaya” berubah menjadi malapetaka. Aksi pamer di media sosial justru membuka jejak yang membuat aparat lebih mudah menelusuri keberadaannya. Kini, bukannya menikmati hasil rampasan, sang remaja justru terancam harus berhadapan dengan hukum atas perbuatannya. Kasus ini menjadi pelajaran pahit bahwa tindakan kriminal, sekecil apapun, pasti meninggalkan jejak. Penjarahan rumah Ahmad Sahroni bukan hanya merugikan korban, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa keserakahan dan kebodohan dalam era digital bisa membuat pelaku gagal menikmati hasil jarahan. Alih-alih kaya raya, yang ada bakal keciduk.







Komentar