Sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan kini memegang peran strategis dalam merumuskan arah kebijakan ekonomi nasional. Wacana pembentukan family office yang digagas lewat lembaga ini—yang disebut tidak akan memakai dana APBN—tampak sebagai langkah modern untuk menarik investasi global. Namun di balik narasi ekonomi inklusif, tersimpan potensi bahaya besar: proyek ini bisa menjadi pintu korupsi baru jika dibiarkan tanpa pengawasan dan dasar hukum yang kuat.
1. Konsentrasi Kekuasaan dan Konflik Kepentingan
Sebagai Ketua DEN, Luhut bukan hanya pengusul kebijakan, melainkan figur sentral dalam sinkronisasi ekonomi lintas kementerian. DEN sejatinya bukan lembaga operasional, tetapi lebih bersifat koordinatif. Ketika family office muncul sebagai program unggulan di bawah kendali langsung DEN, wajar publik menyorot potensi konflik kepentingan. Kekuasaan yang terpusat pada satu figur, tanpa pembatasan tegas antara peran pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan, dapat membuka ruang bagi manipulasi kebijakan demi keuntungan segelintir pihak.
2. Retorika “Tanpa APBN” yang Menyesatkan
Luhut menegaskan bahwa proyek family office tidak menggunakan dana APBN. Namun, faktanya, pemerintah sedang menyiapkan fasilitas pendukung seperti insentif pajak, regulasi baru, dan kemudahan keimigrasian bagi investor asing. Semua itu tetap merupakan bentuk “dukungan negara” yang memakai sumber daya publik. Jika tidak diatur ketat, fasilitas ini bisa menjadi bentuk pembiayaan terselubung yang menguntungkan kelompok tertentu tanpa mekanisme akuntabilitas.
3. Regulasi Kabur, Risiko Manipulasi Tinggi
Hingga kini, belum ada dokumen publik yang menjelaskan detail teknis family office: siapa saja yang dapat berpartisipasi, bagaimana sistem perpajakan, mekanisme audit, maupun bentuk pengawasan independen. Dalam ruang gelap seperti ini, mudah sekali bagi pihak-pihak tertentu menyisipkan aturan yang memihak atau membuka celah korupsi terselubung. Tanpa transparansi sejak awal, family office bisa menjadi laboratorium baru bagi praktik lobi bisnis dan penyalahgunaan wewenang.
4. Jalur Baru Pencucian Uang dan Penghindaran Pajak
Secara global, struktur family office sering dipakai untuk menyembunyikan aset atau mengalihkan keuntungan lintas negara demi menghindari pajak. Jika Indonesia tidak memiliki sistem pengawasan keuangan yang kuat, proyek ini berisiko menjadi saluran “uang gelap” yang masuk dengan kedok investasi sah. Pengawasan yang lemah akan membuat family office menjadi versi modern dari rekening siluman—resmi secara hukum, tapi bebas dari audit publik.
5. Legitimasi Akuntabilitas Semakin Lemah
Ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menolak penggunaan APBN untuk family office, pernyataan itu seharusnya menjadi alarm bahwa proyek ini butuh dasar hukum yang kuat. Namun, alih-alih memperbaiki desainnya, tanggapan Luhut justru defensif. Padahal, proyek sebesar ini seharusnya diuji di ruang publik, bukan dijalankan di ruang rapat tertutup. Tanpa audit independen dan pelibatan DPR, kepercayaan publik hanya akan terus terkikis.
Penutup: Jalan Tengah Antara Ambisi dan Integritas
Family office memang bisa menjadi alat untuk menarik investasi dan memperkuat perekonomian nasional. Namun, jika tidak dibentengi dengan regulasi, transparansi, dan pemisahan kewenangan yang tegas, proyek ini bisa menjadi ladang baru bagi korupsi yang lebih rapi dan sulit dilacak.
Luhut, sebagai Ketua DEN, memiliki pilihan: menjadikan family office simbol integritas ekonomi nasional, atau membiarkannya menjadi pintu korupsi legal yang akan mencoreng reputasi pemerintah.
Catatan Sumber & Referensi
- “Luhut vs Purbaya Soal Family Office, Apa Itu?” – detikNews, 16 Oktober 2025
- “Luhut Jawab Purbaya Soal Family Office: Siapa Minta APBN?” – detikFinance, 17 Oktober 2025
- “Luhut Sebut Family Office Tak Ada Urusan dengan APBN” – Tempo.co, 17 Oktober 2025
- “Pemerintah Bakal Bentuk Tim Khusus untuk Kaji Family Office di Indonesia” – Kompas.com, 1 Juli 2024
- “Luhut Ungkap Peminat Family Office RI Ada dari China dan Singapura” – CNBC Indonesia, 16 Oktober 2025
- “Family Office, Regulasi dan Daya Tarik Investasi Jadi Kunci” – Kontan.co.id, 15 Oktober 2025







Komentar