SPBU swasta mendadak batal membeli BBM yang diimpor oleh Pertamina. Gara-garanya, BBM tersebut mengandung ethanol 3,5%. Sedangkan SPBU swasta tidak mau ada kandungan ethanol dalam BBM.
Menanggapi pembatalan tersebut, Pertamina memberi penjelasan bahwa kandungan ethanol dalam BBM merupakan suatu kewajaran dan telah berlaku di berbagai negara. Nilai kandungan ethanol dalam BBM, kata humas Pertamina, ditoleransi hingga 20%.
Sebagai konsumen, saya nilai penjelasan Pertamina kepada publik itu aneh. Mengapa? Karena hal itu seharusnya cukup menjadi “informasi rahasia” dalam praktik bisnis antara Pertamina dan SPBU swasta.
Saya mencoba membayangkan pada diri saya sendiri kalau mengikuti tender pengadaan:
- Sebelum menyatakan sanggup memasok produk ke klien, saya harus memastikan terlebih dahulu memahami spesifikasi teknis produk, syarat dan ketentuan yang ditetapkan klien.
- Setelah itu saya harus memastikan sanggup menyediakan produk sesuai dengan spesifikasi, syarat dan ketentuan yang ditetapkan.
Maka logika saya dalam kasus batalnya SPBU swasta membeli BBM yang diimpor Pertamina adalah begini:
- Kalau SPBU swasta minta produk BBM yang tidak mengandung ethanol, Pertamina harus mematuhi spesifikasi itu.
- Ketika SPBU swasta batal membeli, Pertamina tidak boleh mengatakan, “Sudalah…. pakai saja… Kandungan ethanolnya kan hanya 3,5%…”
Gara-gara dipublikasikan, saya sebagai pelanggan SPBU jadi tahu kalau spesifikasi produk BBM Pertamina ternyata ada ethanol-nya.
(Joko Intarto)







Komentar