Peninggalan Jokowi: Morowali Tak Miliki Kedaulatan

Isu mengejutkan kembali muncul dari kawasan industri tambang Morowali, Sulawesi Tengah. Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies, Edna Caroline Pattisina, mengungkapkan fakta mencengangkan bahwa terdapat sebuah fasilitas bandara di Morowali yang diduga beroperasi tanpa pengawasan penuh pemerintah Indonesia. Pernyataan itu disampaikan dalam Podcast Madilog Forum Keadilan yang dipandu jurnalis senior Margi Syarif.

Edna menyebut bahwa keberadaan bandara tersebut menjadi perhatian serius aparat pertahanan. Bahkan, Menteri Pertahanan saat itu, Sjafrie Sjamsoeddin, pernah menegaskan bahwa “tidak boleh ada negara di dalam negara”, sebuah peringatan keras yang menggambarkan betapa sensitifnya aktivitas di wilayah industri tersebut.

Morowali: Kawasan Tambang Strategis yang Membesar tanpa Kendali?

Morowali selama ini dikenal sebagai salah satu pusat industri nikel terbesar di Indonesia. Dengan masuknya investasi raksasa dari perusahaan-perusahaan tambang, kawasan itu tumbuh menjadi pusat aktivitas ekonomi yang masif. Namun, di balik geliat investasi, muncul berbagai kekhawatiran tentang kapasitas negara mengawasi seluruh aktivitas di dalamnya.

Dalam penuturannya, Edna menyingkap bagaimana beberapa fasilitas vital di Morowali, termasuk bandara yang disebut “ilegal” itu, berjalan tanpa standar umum pengawasan penerbangan nasional. Bandara tersebut digunakan untuk mobilitas pekerja dan logistik perusahaan tambang berskala besar. Masalahnya, tidak semua kegiatan di fasilitas itu terpantau oleh otoritas sipil maupun militer.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: Siapa sebenarnya yang mengendalikan ruang udara dan logistik di kawasan tambang tersebut? Dan bagaimana mungkin sebuah objek vital bisa berdiri tanpa keterlibatan penuh pemerintah pusat?

Langkah Tegas Pemerintah: TNI Turun untuk Latihan Militer

Kekhawatiran soal lemahnya kontrol negara semakin memuncak ketika Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk menempatkan pasukan TNI melakukan latihan militer di sekitar Morowali. Langkah ini dianggap sebagai sinyal kuat bahwa negara ingin kembali mengamankan wilayah strategis tersebut, terutama karena menyangkut sumber daya alam yang bernilai tinggi dan rawan intervensi asing.

Edna dalam podcast menegaskan bahwa keputusan itu bukan sekadar latihan rutin, melainkan bentuk penegasan kedaulatan. Kehadiran TNI menjadi pesan bahwa pemerintah tidak ingin ada pihak yang mengelola fasilitas kritis tanpa izin atau tanpa koordinasi dengan negara.

Tabir yang Mulai Terbuka

Melalui diskusi dalam Madilog Forum Keadilan, isu bandara ilegal ini membuka kembali perdebatan lama: sejauh mana negara mampu mengontrol kawasan industri yang bertumbuh terlalu cepat, terutama yang melibatkan modal asing?

Podcast tersebut menawarkan gambaran lebih dalam tentang dinamika Morowali—bukan hanya soal tambang, tetapi juga soal geopolitik, keamanan nasional, dan ancaman “negara dalam negara” yang berulang kali diperingatkan oleh pejabat pertahanan.

Komentar