Negara-negara Arab Heran Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Banjir Sumatera

Banjir dan longsor berskala besar melanda sejumlah wilayah di Sumatra sejak akhir November hingga awal Desember 2025. Bencana ini menewaskan lebih dari 1000 orang, menyebabkan ratusan warga hilang, serta memaksa sekitar 770 ribu orang mengungsi. Kerugian material ditaksir mencapai Rp51 triliun, menjadikannya salah satu bencana dengan dampak sosial dan ekonomi terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Di tengah situasi darurat tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak menerima bantuan dari luar negeri, termasuk tawaran 30 ton beras dari Uni Emirat Arab untuk wilayah Medan.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia memiliki kapasitas dan sumber daya untuk menangani bencana secara mandiri. Pemerintah daerah pun diminta mengikuti arahan pemerintah pusat terkait kebijakan tersebut.

Keputusan ini memunculkan respons dari sejumlah negara Timur Tengah yang sebelumnya menyatakan kesiapan memberikan bantuan kemanusiaan, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Iran, hingga Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Menurut Middle East Monitor, tawaran bantuan dari negara-negara tersebut bukan sekadar simbolis. Hubungan Indonesia dan Timur Tengah terjalin erat melalui agama, migrasi tenaga kerja, investasi dana kekayaan negara Teluk, hingga kemitraan strategis. Oleh karena itu, dorongan untuk membantu muncul secara cepat dan tulus.

Sikap pemerintah Indonesia yang menolak bantuan dari negara luar menimbulkan tanda tanya di kalangan negara-negara Timur Tengah.

Di mata mereka, kebutuhan kemanusiaan sangat besar dan bantuan datang dari negara sahabat tanpa syarat politik maupun kepentingan strategis.

Menurut Direktur Desk Indonesia-MENA di Centre for Economic and Law Studies (CELIOS) Jakarta, Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat, negara-negara MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara) bertindak atas dasar belas kasih, solidaritas keagamaan dan kemitraan tulus.

“Tawaran bantuan tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan dan kemanusiaan bersama. Keengganan Pemerintah Indonesia menciptakan jarak ketidaknyamanan antara niat baik yang tulus dari kawasan tersebut dan perhitungan politik Jakarta yang berorientasi ke dalam negeri,” tulisnya, dalam opini di Middle East Monitor.

Sumber: KOMPAS

Komentar