Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan siap menempuh jalur hukum jika Presiden RI, Prabowo Subianto, tidak segera menetapkan status Bencana Nasional atas peristiwa banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Sumatra, khususnya Aceh.
Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih, menegaskan bahwa langkah ini mendesak untuk dilakukan, mengingat skala kerusakan yang masif dan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menanggulangi dampak bencana.
“Kami mendesak kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, untuk menetapkan Darurat Nasional di Sumatera,” tegas Ikhwan dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring, Senin (15/12/2025).
Diketahui, tiga wilayah di Sumatra dilanda banjir bandang disertai tanah longsor, yakni Sumatra Utara (Sumut), Sumatra Barat (Sumbar), dan Aceh.
Ikhwan pun memperingatkan apabila aspirasi ini tidak dipenuhi, pihaknya tidak akan segan mengambil langkah hukum yang lebih serius. Ikhwan menyatakan bahwa penetapan status bencana nasional adalah bentuk tanggung jawab negara atas musibah yang dinilai sebagai bencana ekologi akibat kelalaian manusia dan kebijakan penguasa.
“Apabila aspirasi yang sudah disuarakan oleh banyak masyarakat itu tidak dipenuhi, maka kami akan melakukan upaya-upaya konstitusional, upaya-upaya hukum yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan,” kata Ikhwan.
Lebih lanjut, dia juga meminta agar anggaran negara, termasuk dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) segera difokuskan dan dialokasikan ke tiga provinsi terdampak di Sumatera untuk menyelamatkan para korban terdampak.
“Bahkan sudah saatnya anggaran-anggaran yang kita punya difokuskan untuk penanggulangan bencana itu. Bila perlu, dana-dana MBG untuk sementara dialokasikan untuk kepentingan masyarakat kita di tiga provinsi itu,” ucap Ikhwan.
Lalu, Ikhwan juga menyoroti adanya ironi birokrasi di tengah bencana. Ia menerima informasi valid (A1) bahwa banyak bantuan kemanusiaan dari luar negeri tertahan di Bea Cukai.
“Bantuan tertahan di Bea Cukai karena untuk masuk ternyata dikenakan pajak yang sangat besar sekali. Ini menjadi ironi,” kata Ikhwan.
Maka dari itu, dia melihat adanya urgensi lain agar kendali penanganan bencana harus segera diambil alih oleh pusat melalui penetapan status bencana nasional.
(Sumber: Tirto)







Komentar