MUALEM, Hati-hati Dengan AGUAN di Balik BUDHA TZU CHI, Rakyat BANTEN Sudah Menjadi KORBAN KEZALIMANNYA

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Pagi ini, saya mendapatkan kabar kunjungan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem berkunjung ke Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara (Senin, 22/12/2025). Kunjungan ini dilakukan untuk membahas program pembangunan hunian tetap untuk warga terdampak bencana banjir bandang dan tanah longsor di Aceh sebanyak 1.000 rumah untuk beberapa kabupaten.

Sebagai pemimpin Aceh yang mengalami musibah bencana banjir bandang, saya bisa memahami kunjungan dalam konteks itu. Seorang pemimpin yang baik, tentu akan mengupayakan segala daya untuk menolong rakyatnya.

Apalagi, setelah kehadiran pemerintah pusat dirasa ‘kurang membersamai’ Rakyat Aceh. Segala peluang untuk meringankan beban Aceh, tentu akan diupayakan dari berbagai sumber bantuan.

Hanya saja, harus ada yang mengingatkan Mualem. Bahwa dibalik Budha Tzu Chi ada Sugiyanto Kusuma alias Aguan. Selain pendiri perusahan property Agung Sedayu Group (ASG), Aguan menjabat sebagai Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Bantuan Yayasan ini, tidak akan lepas dari peran Aguan. Bahkan, Yayasan ini tidak mungkin bisa membangun meskipun hanya 1 buah rumah, tanpa peran Aguan selaku bos ASG.

Dalam konteks itulah, saya ingin mengingatkan Mualem, kezaliman Aguan ini sudah dirasakan oleh rakyat Banten. Jangan sampai, hanya karena iming-iming 1.000 atau 2.000 rumah bantuan, Rakyat Aceh akan dijadikan korban keserakahan Aguan berikutnya setelah Banten.

Di kawasan PIK-2 yang dikerjakan ASG, rakyat Banten kehilangan haknya atas tanah mereka. Ada yang terpaksa mendapat harga murah, bahkan ada yang tak mendapat mengganti sepeser pun. Sebagiannya, bukan hanya kehilangan tanah melainkan juga harus masuk penjara karena menolak menjual tanah kepada PIK-2.

Kisah Tragis Charlie Chandra yang kehilangan tanah dan masuk penjara karena dikriminalisasi oleh PIK-2, menjadi bukti kongkritnya. Masih banyak, Charlie-Charlie lainnya yang menjadi korban kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan.

Saat ini, saya bersama tim LBH AP Muhammadiyah sedang membela warga kampung Alar Jiban yang dikriminalisasi karena menolak direlokasi dan dibeli tanahnya dengan harga murah. Modusnya, diadu domba dengan para makelar tanah, dibuat ribut lalu dipolisikan oleh mafia tanah.

Selain warga kampung Alar Jiban, warga Kampung Encle Desa Sukawali kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang, juga terancam terusir dari tanah kelahirannya akibat keserakahan proyek PIK-2 milik Aguan. Mereka, diminta meninggalkan kampung halaman hanya karena kampung mereka masuk peta pengembangan kawasan PIK-2.

Selain di PIK-2, SK Budiarjo dan Nurlela yang merupakan pasutri juga menjadi korban kezaliman Aguan. Tanah mereka di Cengkareng dirampas PT SSK (Anak usaha ASG), lalu keduanya dipenjara. Tak ada sepeser pun harga dari tanah yang dibayar Aguan kepada SK Budiarjo.

Selama ini, Budha Tzu Chi dijadikan modus untuk memoles citra Aguan. Tangan Aguan yang berlumuran darah kezaliman atas perampasan tanah, dikesankan seorang malaikat suci dengan wajah yang penuh jiwa filantropi. Mengesankan seorang dermawan yang punya jiwa kesetiakawanan sosial yang tinggi.

Kawasan PIK-2 menjadi entitas Negara dalam Negara didekat pusat ibukota Jakarta. Jangan sampai, Aceh dijadikan PIK-3 untuk menampung dan menjadi kawasan hunian WNA China.

Apalagi, Aceh dekat dengan daratan China. Proyek Aguan di Aceh, akan sejalan dengan proyek hegemoni China melalui program Belt Road Initiatif (BRI), atau jalur sutera China yang dulu dikenal dengan program One Belt One Road (OBOR).

Komentar