Di tengah kepedihan bencana yang masih menyisakan luka, sebuah peristiwa sederhana dari Aceh Tamiang justru mengetuk hati banyak orang. Pada 21 Desember 2025, komunitas Sabila melakukan perjalanan kemanusiaan menuju wilayah terdampak. Saat singgah di Besitang, mereka membagikan roti di pinggir jalan. Tak disangka, momen berbagi itu berubah menjadi pengalaman yang jauh lebih dalam dan bermakna.
Beberapa anak kecil berlari mengejar mobil relawan. Nafas mereka terengah, kaki mereka berdebu, namun semangat di mata mereka tak bisa disembunyikan. Dengan polos mereka berseru, “Bu, ada Al-Qur’an.” Bukan pakaian bagus yang mereka cari, bukan pula makanan tambahan, melainkan mushaf Al-Qur’an. Sebuah permintaan yang sederhana, namun mengguncang batin siapa pun yang menyaksikannya.
Ekspresi seorang anak berbaju jersey hijau menjadi sorotan. Wajahnya bersinar penuh kebahagiaan saat menerima Al-Qur’an. Di usia yang masih sangat belia, di tengah kondisi pascabencana yang berat, anak itu menunjukkan bahwa nilai spiritual masih menjadi pegangan utama. Pemandangan ini seolah menampar kesadaran kita yang hidup dalam kelimpahan, namun sering abai pada hal-hal esensial.
Tak heran, unggahan video tersebut dipenuhi komentar netizen yang terharu. Banyak yang mengaku menangis, merenung, bahkan merasa malu. Di saat orang dewasa sibuk mengeluh soal kenyamanan hidup, anak-anak Aceh justru mengajarkan makna keteguhan iman. Bencana mungkin merenggut harta, rumah, dan rasa aman, tetapi tidak mampu mencabut kecintaan mereka pada Al-Qur’an.
Peristiwa ini menjadi pengingat kuat bahwa kemanusiaan bukan hanya soal bantuan materi. Di balik roti yang dibagikan, ada kebutuhan ruhani yang tak kalah penting. Anak-anak Aceh menunjukkan bahwa dalam situasi paling sulit sekalipun, iman tetap bisa tumbuh dan menjadi sumber kekuatan.
Kisah ini bukan sekadar potongan video viral. Ia adalah cermin bagi kita semua. Bahwa di tengah hiruk-pikuk dunia dan kebisingan kepentingan, masih ada suara kecil yang berkata lirih namun tegas: yang paling dibutuhkan bukan kemewahan, melainkan cahaya petunjuk. Dan cahaya itu, bagi anak-anak Aceh, bernama Al-Qur’an.







Komentar