Makanan Haram… Sumber masalah keluarga

Saya berkeluh kesah ke seorang senior tentang kekhawatiran pergaulan anak di kampusnya sebab banyak yang di rumahnya baik-baik sejak masuk kampus itu jadi mabuk-mabukan. Ada beberapa orang temen deketnya cabut berkas, dia pun berulang kali ingin cabut berkas.

Senior saya yang memiliki 12 anak, beberapa cucu, dari dua istri, usia hampir 70 tahun dengan tenang berkata,

“Jangan khawatir, kalau anak bapak makanannya halal insya Allah akan Allah jaga. Makanan halal dan haram ibarat air dan minyak, gak akan pernah tercampur.”

Hati pun lega mendengarnya.

Akhir-akhir ini sering miris lihat agamawan atau anak agamawan yang tingkahnya aneh-aneh. Ada yang dari kecil dijilbabin, gedenya binal sekali seperti kuda betina lepas ikatan. Ada yang mesantren sana sini malah ngajar kitab tasauf tapi bela kasus korupsi. Ada yang gelarnya kyai gede tapi yang dibela kemunkaran terus alasannya gak papa iman jamaahnya dah kuat, aneh-aneh lah 1001 kasus. Merenung apa masalahnya? Dibilang kurang pendidikan agama enggak, malah ada yang dari brojol dah di pesantren. Baru kemudian tersadar: Makanan Haram!

Setan tak akan menyerang pemahaman agama yang kokoh, tapi saat kau makan makanan yang haram kau akan rusak dengan sendirinya. Makanan haram ini disebut orang betawi makan tulang. Makan daging setulang-tulangnya, rusak badan lama-lama. Status sih pegawai pemerintah, gaji halal, sabetannya yang bisa jadi haram. Saya pikir makan tulang sudah istilah kasar. Ternyata senior saya di atas yang asal luar Jawa menyebut makanan haram itu di daerahnya disebut makan t*i. Kamu bayangkan, katanya, kamu kasih makan anakmu tiap hari dengan t*i ? Gimana gak rusak otaknya, gak kotor hatinya ? Jadi daging sih jadi, gede sih gede, sama aja kaya lele, tapi yang rusak otak anakmu, pikirannya kotor.

Wallahul musta’an.

(Ust. Rudi Wahyudi)

Komentar