KEMENTRIAN KLARIFIKASI

KEMENTRIAN KLARIFIKASI

Berita tentang reshuffle kabinet memang selalu terdengar seperti gosip arisan RT: tak jelas sumbernya, tapi ramai dibicarakan. Katanya sebentar lagi kabinet Merah Putih akan dikocok ulang. Namanya juga kabar burung, tak perlu juga ditanyakan dari burungnya siapa?

Tapi, kalau itu benar terjadi, sepertinya ada satu saran serius tapi santai: Presiden Prabowo sebaiknya membentuk satu kementerian baru yang sangat relevan dengan kondisi negeri ini, yakni Kementerian Klarifikasi.

Sebab akhir-akhir ini, pekerjaan utama pejabat negara bukan lagi melayani rakyat, melainkan meluruskan ucapan sendiri. Negara ini tampaknya sudah masuk fase klarifikasi development, di mana satu pernyataan bisa melahirkan tiga jumpa pers, lima unggahan Instagram, dan satu video permintaan maaf berdurasi 1 menit 30 detik.

Ambil contoh Kepala BNPB yang bilang bencana Sumatera cuma heboh di media sosial. Kalimatnya pendek, dampaknya panjang. Lalu Zulkifli Hasan yang memanggul beras sendirian di tengah kerumunan kamera, sementara aparat di kiri-kanannya menjaga estetika tanpa beban karung. Sebuah simbol gotong royong yang terlalu sinematik.

Belum lagi Menteri ESDM yang mengklaim listrik Aceh sudah menyala 93 persen. Angka ini terdengar sangat ilmiah, sayangnya kalah telak oleh kenyataan di lapangan yang masih gelap gulita. Gus Ipul pun tak mau ketinggalan, dengan pernyataan bahwa donasi bencana harus lapor dulu ke kementerian. Niatnya mungkin tertib administrasi, tapi rasanya kok seperti mau bikin loket baru di tengah puing.

Di DPR, Verrel Bramasta datang ke lokasi bencana dengan outfit mirip antipeluru. Aman sih, tapi publik bingung: ini mau evakuasi korban atau syuting film laga? Disusul Endipat Wijaya yang menyebut influencer donasi sebagai “sipaling”. Padahal rakyat sedang butuh “sipaling cepat bantu”.

Puncaknya, Seskab Teddy bilang pemerintah bekerja tanpa sorotan kamera, Mendagri meremehkan bantuan Malaysia, dan Kepala BGN asyik main golf saat negeri berkabung. Semua salah ucap, semua menyesal, semua klarifikasi.

Maka benar, daripada energi pejabat habis untuk meluruskan omongan sendiri, lebih baik kita bentuk saja Kementerian Klarifikasi. Tugasnya satu: meminta maaf, meluruskan, dan menjelaskan. Biar kementerian lain bisa fokus kerja.

Gimana, perlu dibentuk kementrian klarifikasi kabinet merah putih? Kira-kira siapa yang tepat jadi menterinya?

(Setiya Jogja)

Komentar