Ikatan Ikhwan dan Palestina

✍️Hairul Anuar

Sejak awal kebangkitan dunia Islam, gerakan Ikhwanul Muslimin tak pernah lepas dari isu Palestina.

Imam Asy-Syahid Hassan Al-Banna sendiri telah menghembuskan semangat jihad ke dalam jiwa umat Islam sejak awal gerakan kebangkitan ini.

Beliau mengirimkan para relawan Ikhwan untuk bergabung dalam jihad di Palestina melawan Zionis pada tahun 1948.

Tak sedikit pemimpin Ikhwan yang syahid di tanah itu, meninggalkan darah mereka sebagai saksi awal ikatan antara Ikhwan dan tanah Palestina.

Hassan Al-Banna sendiri syahid pada tahun 1949, ditembak oleh rezim opresif di Kairo.

Setelah itu, lahirlah para syuhada dan pemimpin lain yang mewarisi jalannya.

Sejarah membuktikan bahwa musuh-musuh mereka tak pernah memberi Ikhwan jalan yang mudah.

Mereka terpaksa menapaki medan perang kesyahidan di berbagai negara.

Di Mesir, para pemimpin Ikhwan mengalami penyiksaan yang mengerikan di penjara-penjara Gamal Abdul Naseer.

Namun, mereka menghadapi siksaan itu dengan kesabaran, keberanian, dan tekad yang menyayat hati.

Mereka memanjat tiang gantungan dengan senyum kesyahidan, dan kemudian para syuhada seperti Abdul Qadir Awdah, Syekh Muhammad Farghali, dan as-Syahid Sayyid Qutb tumbang.

Ketika para thaghut mengira gerakan ini telah lenyap ditelan zaman, ternyata mereka salah.

Orang-orang hebat terus lahir dari rahim tarbiyah ini, membuktikan bahwa benih-benih keimanan dan jihad tak tergoyahkan.

Di Mesir, mereka bangkit kembali dan berhasil membentuk pemerintahan yang sah.

Namun, pengkhianatan rezim Sisi menghancurkan impian itu.

Para pemimpin Ikhwanul Muslimin kembali diuji dengan penjara dan siksaan.

Namun mereka tak goyah.

Mereka tak mengingkari janji mereka meskipun diikat, dipukuli, dan dijebloskan ke dalam sel-sel gelap.

Bahkan Presiden Mursi sendiri akhirnya menjadi syahid di penjara, memenuhi janji yang telah diucapkannya.

Di Palestina, Syekh Ahmad Yassin (semoga Allah merahmatinya) dan Dr. Abdul Aziz Rantissi (semoga Allah merahmatinya) bangkit untuk melangkah lebih jauh, memobilisasi perlawanan di Gaza.

Mereka menantang Zionis Israel dan kekuatan-kekuatan besar dunia, musuh yang ditakuti oleh para pemimpin Arab sendiri.

Meskipun keduanya akhirnya gugur sebagai syahid, perjuangan mereka terus berkobar dan diwariskan kepada rijal-rijal berikutnya.

Dari rahim tarbiyah, lahirlah generasi baru yang tak kenal lelah, tak gentar, dan pantang menyerah.

Dari sanalah muncul Brigade Al Qassam, sayap jihad yang mewarisi darah dan cita-cita para syuhada.

Di tangan generasi ini, Gaza berubah.

Dari negeri yang dianggap lemah, ia menjadi benteng yang ditakuti.

Mereka menolak kehinaan, menentang pengkhianat, dan tak pernah menjual sejengkal pun tanah air atau agama mereka.

Darah mereka terus membasahi bumi, tubuh mereka hancur oleh peluru, namun langkah mereka tak pernah berhenti.

Mereka terus menikam musuh dengan jihad, seolah-olah mereka adalah kelompok mukmin terakhir yang dipilih Allah untuk membela agama-Nya.

Inilah buah dari berkah tarbiyah yang melahirkan rijal.

Inilah bukti janji Allah dalam firman-Nya tentang rijal yang menepati janjinya:

مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (Surat al-Ahzab: 23)

Sayid Qutb menulis di dalam tafsir Zilalnya:

“Rasulullah menjadikan pembentukan manusia sebagai tujuan utamanya, bukan sekadar menyampaikan khotbah dan pidato.

Ia membentuk jiwa, bukan sekadar memperindah kata-kata.

Ia membangun masyarakat, bukan membangun filsafat.

Ia menang ketika ia berhasil mencetak manusia yang hidup dari ide-ide Islam.

Ia mengubah keimanan mereka kepada Islam menjadi amal nyata.

Ia menyalin manuskrip-manuskrip itu bukan dengan tinta di atas kertas, melainkan dengan cahaya di lembaran hati.

Kemudian ia melepaskan mereka ke tengah masyarakat untuk berinteraksi dengan manusia, menerima dan memberi, dan melalui tindakan dan perbuatan mereka, mereka mengungkapkan apa itu Islam.”

Inilah jalan yang mereka tempuh.

Bukan sekadar berteori atau berfilsafat tanpa pengorbanan.

Mereka menjalani ujian untuk menumbuhkan kerinduan dan selalu menanti giliran sebagai calon syuhada di jalan Allah.

Semoga Allah memberkahi tarbiyah yang menghasilkan Rijal seperti pada gambar ini..🤲🏻

Komentar