Bayangkan jika setiap sekolah memiliki kantin sehat.
Anak-anak bisa makan pada setiap jam istirahat dengan menu sayur asam yang hangat, sayur lodeh yang baru matang, telur dadar, ayam goreng, hingga potongan semangka segar.
Namun gagasan sesederhana itu justru tidak dipilih pemerintah. Mengapa?
“Ketika kita tuntut untuk kembalikan ke dapur sekolah, kembalikan ke komunitas, mereka gak mau. Kenapa? Ternyata 472 dapur milik si Ijo (TNI), 600 sekian dapur si Coklat (Polri), dapur si Partai, berapa ratus dapur pendukung-pendukungnya, berapa ratus. Ya, akhirnya tuh ketahuan gitu, yang harusnya katanya menyejahterakan (rakyat), mereka gak mau.”
Pernyataan tersebut disampaikan Kalis Mardiasih kepada para penonton dalam acara nobar dan diskusi film dokumenter Tak Ada Makan Siang Gratis di VRTX Compound Space, Yogyakarta, 18 Desember 2025.
Ia menyebut, sebagai naluri ibu-ibu, program MBG justru memicu emosi dan rasa pusing yang datang setiap hari.
Ibu Kalis Mardiasih adalah seorang penulis dan aktivis muda muslim dari Yogyakarta. Dia merupakan anggota Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
[VIDEO]







Komentar