Eks Kapolda Sultra Diduga Bekingi Pencurian 80 Ribu Ton Nikel

Skandal besar di balik dugaan pencurian 80 ribu metrik ton bijih nikel di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kembali mencuat ke publik. Fakta mengejutkan terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kendari pada 30 September 2025, yang menyingkap dugaan keterlibatan seorang jenderal polisi dalam aksi ilegal tersebut.

Dugaan kuat menyebut, Irjen Pol (Purn) Merdisyam, yang kala itu menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tenggara, ikut membekingi kegiatan pencurian bijih nikel milik Budi Yuwono, pengusaha yang tercatat sebagai pemilik sah atas 100 ribu metrik ton ore di Desa Dunggua, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe.

Kasus ini bermula pada tahun 2020, ketika PT Multi Bumi Sejahtera (MBS) diduga secara sepihak mengambil 80 ribu metrik ton bijih nikel tanpa izin. Budi Yuwono kemudian melaporkan kasus tersebut ke pihak berwenang, hingga akhirnya disidangkan dengan nomor perkara 293 dan 294/Pid.B/2025/PN Kdi.

Dalam sidang yang dihadiri tujuh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung, dua terdakwa utama — Deny Zainal Ahudin dan istrinya Maliatin — duduk di kursi pesakitan. Mereka didakwa melakukan tindak pencurian dan penggelapan ore nikel yang kemudian dijual ke PT Satya Karya Mineral untuk disuplai ke smelter PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI).

Yang mengejutkan, dalam proses pembuktian di persidangan, terungkap adanya surat perintah resmi yang ditandatangani langsung oleh Kapolda Sultra saat itu, Irjen Pol Merdisyam. Dokumen dengan nomor Sprin/906/VIII/PAM.3.3/2020 itu digunakan untuk mengerahkan personel Brimob bersenjata lengkap di lokasi tambang.

“Surat perintah itu ditandatangani langsung oleh Kapolda saat itu, Drs. Merdisyam M.Si. Dugaan saya, surat tersebut dijadikan dasar pembekingan terhadap pencurian 80 ribu ton ore nikel,” ujar sumber dari pihak pelapor, Budi Yuwono, saat dikonfirmasi seusai sidang.

Kepemilikan nikel oleh Budi Yuwono sebelumnya telah dikuatkan lewat putusan Pengadilan Negeri Kendari Nomor 563/Pid.B/2018/PN Kdi tertanggal 16 Januari 2019, yang menyatakan dirinya sebagai pemilik sah bijih nikel tersebut.

Namun, meski ada dasar hukum yang jelas, pengambilan bijih nikel tetap dilakukan oleh pihak PT MBS dengan dukungan aparat bersenjata. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai peran oknum aparat dalam bisnis tambang nikel ilegal di Sulawesi Tenggara.

Sidang kasus ini diperkirakan akan terus berlanjut dengan agenda pemanggilan saksi-saksi tambahan, termasuk kemungkinan menghadirkan pihak kepolisian yang disebut-sebut dalam surat perintah pengamanan tersebut.

Komentar