Di momen sebelumnya, dunia menyaksikan puluhan pasangan muda-mudi Gaza menggelar pesta pernikahan dengan latar reruntuhan kota gaza yang hancur… dengan kondisi serba sulit, mereka tetap berusaha memupuk harapan dan menyunggingkan senyum menyongsong fase baru dalam kehidupan mereka….
Kemarin, 170 mahasiswa kedokteran Palestina diwisuda dan menerima sertifikasi medis tingkat lanjut mereka di Gaza di tengah reruntuhan rumah sakit terbesar di wilayah Palestina, Rumah Sakit al-Shifa yang telah hancur…
Di momen-momen seperti inilah Gaza mengajari dunia makna hidup yang sesungguhnya….
Ketika dunia modern menakar masa depan dengan angka rekening, stabilitas karier, dan kenyamanan material, Gaza justru menakar hidup dengan keberanian untuk tetap melangkah…. Pernikahan di tengah puing-puing bukanlah romantisasi penderitaan; ia adalah pernyataan eksistensi, bahwa kehidupan tidak menunggu dunia menjadi adil untuk dimulai. Cinta di Gaza bukan kemewahan, melainkan tindakan perlawanan paling sunyi namun paling dalam…

Dan ketika 170 mahasiswa kedokteran Palestina berdiri di antara dinding retak dan lorong-lorong Rumah Sakit Al-Shifa yang hancur, dunia seakan dipaksa bercermin… Di tempat di mana sistem kesehatan dilumpuhkan, mereka justru menegaskan komitmen untuk menyembuhkan. Di ruang yang tak lagi layak disebut rumah sakit, mereka menerima sertifikasi medis tingkat lanjut, bukan sebagai simbol kelulusan biasa, tetapi sebagai sumpah hidup: merawat manusia, bahkan ketika kemanusiaan itu sendiri diserang….

Apa yang dilakukan generasi Gaza ini adalah antitesis dari peradaban materialistik… Mereka tidak menunggu jaminan keamanan untuk bermimpi, tidak menuntut fasilitas sempurna untuk berkarya, dan tidak menjadikan penderitaan sebagai alasan untuk menyerah. Mereka memilih harapan sebagai disiplin, bukan sekadar perasaan. Mereka memilih ilmu sebagai amanah, bukan sekadar profesi. Mereka memilih cinta sebagai komitmen, bukan sekadar seremoni….
Dari sini kita melihat Gaza telah menghadirkan pelajaran paling paling jujur sekalipun itu aslinnya adalah menyesakkan dada,
- Bahwa martabat manusia tidak runtuh bersama bangunan,
- Bahwa masa depan tidak lahir dari kenyamanan,
- Dan bahwa kehidupan bisa tetap bermekaran di tanah yang terus dibombardir….
Gaza, dengan segala lukanya, tidak sedang meminta simpati. Ia sedang memberi pelajaran. Tentang keteguhan. Tentang makna. Tentang keberanian memilih hidup, bukan karena dunia ramah, tetapi karena hidup itu sendiri layak diperjuangkan… 🌹🌹🌹
(Ismail Amin)







Komentar