BERCERMIN DARI SBY DALAM MENANGANI BENCANA TSUNAMI

BERCERMIN DARI SBY DALAM MENANGANI BENCANA TSUNAMI

Oleh: Dian Anggraeni Umar

Saya jadi teringat saat bencana Tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Sejenak kita berkilas balik bagaimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menangani Tsunami saat itu yang dianggap sebagai ujian besar pertama kepemimpinan mereka, karena SBY baru menjabat sebagai Presiden selama sekitar dua bulan.

Respons SBY dalam menangani Tsunami Aceh dikenal cepat, strategis, dan berhasil menarik perhatian serta dukungan besar dari komunitas internasional.

Berikut adalah beberapa langkah kunci dan tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan SBY dalam penanganan Tsunami Aceh:

1. Penetapan Status Bencana Nasional

    Keputusan Cepat: SBY segera menetapkan Tsunami Aceh sebagai Bencana Nasional (dan hakikatnya adalah Krisis Nasional) pada saat itu juga. Penetapan ini sangat krusial karena memungkinkan mobilisasi penuh sumber daya dari Pemerintah Pusat dan menjadi dasar hukum untuk menerima bantuan internasional.

    Tinjauan Langsung: SBY memutuskan untuk langsung terbang ke Aceh (27-28 Desember 2004), meskipun situasi masih kacau. Kehadirannya di lokasi bencana memberikan arahan kepemimpinan yang jelas dan meningkatkan moral korban serta petugas di lapangan.

    2. Manajemen Krisis dan Bantuan Internasional

      Menerima Bantuan Internasional: SBY mengambil keputusan berani untuk membuka pintu seluas-luasnya bagi bantuan internasional, termasuk kehadiran militer asing untuk tujuan kemanusiaan. Keputusan ini diambil di tengah kekhawatiran sebagian pihak mengenai isu intelijen asing dan konflik yang masih berlangsung di Aceh.

      Jaminan Keamanan: SBY menegaskan bahwa militer asing yang datang tidak perlu dikhawatirkan dan meminta TNI untuk menghentikan sementara operasi militernya melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), serta fokus pada operasi tanggap darurat.

      3. Institusi dan Regulasi Penanggulangan Bencana

        Pembentukan BRR: SBY membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang memiliki otoritas besar dan independen untuk mengelola dana triliunan rupiah dan melaksanakan program rehab-rekon selama beberapa tahun ke depan. BRR dianggap sebagai model penanganan pasca-bencana yang transparan dan berhasil.

        Undang-Undang Bencana: Pengalaman Tsunami Aceh mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menciptakan kerangka hukum permanen dan membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

        4. Menghasilkan Perdamaian

          Penyelesaian Konflik: SBY menggunakan momentum bencana ini sebagai katalis untuk mencari solusi damai atas konflik Aceh. Keputusannya untuk membuka keran dialog dan menghentikan operasi militer sementara tercatat sebagai salah satu faktor yang mempercepat penandatanganan Perjanjian Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM (Agustus 2005).

          Atas keberhasilan penanganan krisis dan upaya rehabilitasi pascabencana Tsunami Aceh, Presiden SBY bahkan menerima penghargaan Juara Global (Global Champion) dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR) pada tahun 2011. Beliau dinilai berhasil menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional.

          Secara keseluruhan, tanggapan SBY terhadap Tsunami Aceh mencakup langkah-langkah manajemen krisis, diplomasi, dan reformasi kelembagaan yang mengubah cara Indonesia menangani bencana secara permanen.(DAU)

          Komentar