Anggaran MBG Rp 335 Triliun Dipertanyakan, Guru Besar UGM: Kebutuhan Cuma Rp 157 T, Sisanya ke Mana?

Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof. Dr. rer. soc. R. Agus Sartono, menilai pemerintah pusat perlu melakukan rasionalisasi terhadap sejumlah program strategis nasional agar ruang fiskal dapat dimanfaatkan secara lebih realistis.

Salah satu program yang menjadi sorotannya adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), yang masuk dalam agenda Asta Cita pembangunan sumber daya manusia.

Pemerintah sendiri telah menetapkan anggaran MBG tahun 2026 sebesar Rp335 triliun.

Namun, Agus mempertanyakan dasar perhitungan anggaran jumbo tersebut.

Berdasarkan data Data Pokok Pendidikan (Dapodik), jumlah siswa penerima manfaat MBG diperkirakan mencapai 55,28 juta orang.

Jika setiap siswa menerima anggaran Rp15 ribu per hari dan hari efektif sekolah hanya sekitar 190 hari, maka kebutuhan riil anggaran MBG diperkirakan hanya sekitar Rp157,55 triliun.

Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan alokasi yang telah ditetapkan pemerintah.

“Tidak rasional jika anggaran dihitung untuk 360 hari sekolah. Apalagi saat libur, pemberian MBG dalam bentuk makanan kering justru berpotensi menimbulkan pemborosan dan distorsi dari tujuan awal,” tegas Agus, dikutip dari instagram @undercover.id (23/12/2025).

Ia menambahkan, pemberian MBG selama masa libur sekolah berisiko menimbulkan persoalan baru.

Anak-anak berpotensi kehilangan waktu liburan, orang tua terbebani untuk mengantar anak ke sekolah hanya demi mengambil jatah makanan, hingga berkurangnya kesempatan keluarga membangun kebersamaan.

Lebih jauh, Agus menilai kebijakan tersebut justru membuka peluang kebocoran anggaran dalam skala besar.

Karena itu, ia mendorong pemerintah untuk lebih selektif dan realistis dalam merancang kebijakan belanja negara.

Menurut Agus, rasionalisasi anggaran MBG dapat menjadi solusi konkret untuk memperkuat penanganan pascabencana.

Dana yang tidak terserap secara optimal dapat dialihkan untuk membangun kembali sekolah-sekolah yang rusak berat di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, serta mendukung relokasi hunian tetap bagi masyarakat terdampak.

“Fokus pada kebutuhan paling mendesak akan jauh lebih berdampak bagi pemulihan daerah,” pungkasnya.

Sumber: Pojoksatu

Komentar