✍🏻KH Abdul Wahab Ahmad
Alkisah, di suatu negeri ada beberapa orang salih membentuk organisasi untuk memperjuangkan nilai-nilai kesalihan. Karena berbasis kesalihan, maka otoritasnya berada di tangan orang yang dianggap paling salih. Dan, sudah sunnatullah bahwa orang salih biasanya tua-tua sebab yang masih muda biasanya tidak begitu salih. Akhirnya organisasi tersebut disetir oleh orang-orang tua. Sudah sunnatullah juga bahwa seringkali orang tua kurang tanggap terhadap perkembangan zaman sehingga kemajuan organisasi terhambat.
Kemudian, dalam kondisi demikian sesuai sunnatullah lagi muncullah orang salih muda yang menjadi pendobrak kebekuan. Dengan pemikiran yang cemerlang, orang salih muda ini mengajak dan mengadvokasi para pemuda lain untuk bangkit dan ikut serta dalam kendali organisasi agar lajunya semakin kencang dengan ide-ide segar, meskipun kesalihan mereka tidak selevel dengan yang tua.
Berbagai terobosan kaum muda tersebut akhirnya menciptakan gelombang perlawanan senyap pada kaum tua. Perlahan, otoritas kaum tua berkurang dan demikian juga level kesalihan di tubuh organisasi. Akhirnya sunnatullah kembali ikut beraksi, muncul lagi orang salih dari kaum tua yang ingin menyeimbangkan neraca. Orang salih tua ini mampu meyakinkan para tetua untuk menjewer kaum muda yang dianggap kurang salih. Akhirnya, kaum muda pun dijewer oleh kaum tua. Namun, situasinya tidak berubah segampang itu sebab kaum muda tidak merasa melakukan hal yang layak dijewer. Mereka justru merasa kaum tualah yang kesalihannya layak dipertanyakan sebab menjewer orang yang menurutnya tidak sepantasnya dijewer. Akhirnya keduanya saling jewer-menjewer.
Pada ujungnya, ketika sudah lelah dengan jewer menjewer, mereka kembali melihat pada kekurangan masing-masing dan memutuskan untuk menata kembali bahtera organisasi yang mulai oleng. Perombakan besar terjadi lalu semuanya kembali stabil seperti semula. Namun, sudah sunnatullah bahwa tidak ada stabilitas yang berlangsung selamanya agar dunia selalu bergerak dan berdinamika. Begitulah, sunnatullah selalu memunculkan rantai aksi dan reaksi yang tidak berkesudahan.
(*)







Komentar