✍🏻Fahmi Hasan Nugroho
Kemarin Bandung diguyur hujan sejak setelah Jum’at, saya menembus hujan deras agar bisa datang ke masjid al-Lathiif dan mengisi kajian. Tema yang diminta oleh panitia adalah tentang “Islam dan Kelestarian Alam.”
Salah satu yang saya jelaskan adalah bahwa konsep awalnya air diciptakan adalah untuk kehidupan. Banyak ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang hujan dan konteks keseluruhannya adalah bahwa hujan selalu diikuti dengan tanaman dan ternak yang menjadi penopang kehidupan manusia.
Namun kondisi berubah. Karena kelakuan buruk manusia, kini hujan malah ditakuti, dicela dan dikutuki. Hujan tak lagi menumbuhkan, hujan malah jadi menghancurkan dan menenggelamkan.
Dahulu banyak peradaban yang muncul dari pinggiran sungai, seperti Mesir dan Mesopotamia, karena air adalah sumber kehidupan. Tapi tata kelola air di negara kita ini sudah kacau sejak lama. Kita tidak menjadikan sungai sebagai sumber kehidupan, sebaliknya kita malah menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan.
Semua rumah membuang limbah ke selokan yang kemudian bermuara di sungai. Banyak orangyangtakpunyaotak dengan mudahnya membuang sampah ke sungai. Sungai yang defaultnya sumber kehidupan kita jadikan sungai sebagai tempat pembuangan, termasuk masyarakat “yang terbuang” peradaban kota hidup di gubuk kumuh pinggiran sungai.
Air permukaan kita jadikan tempat sampah, air tanah kita sedot habis-habisan. Berapa banyak gedung tinggi Jakarta dan Semarang yang menyedot air dari tanah, ga heran jika dua kota itu terancam tenggelam karena penurunan tanah, bahkan beberapa desa di Bekasi, Pekalongan dan Demak sudah ditinggalkan penghuninya karena daerahnya sudah menjadi lautan.
Kajian dimulai sejak magrib dan selesai jam setengah 9 malam. Saya lalu pulang dengan mengenakan jas hujan karena hujan dari bakda jum’at itu belum reda hingga saya pulang ke rumah jam setengah 10 malam. Bandung selatan malah sudah banjir masuk rumah sejak kemarin.








Komentar