Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu proyek unggulan Presiden Prabowo Subianto menuai kritik dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari politikus PDI Perjuangan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok menilai secara gagasan MBG patut diapresiasi karena bertujuan meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. Namun, ia menyindir pelaksanaan di lapangan yang belum sesuai harapan. “Mampannya sih bagus dari aluminium, tapi isinya waduh,” kata Ahok, mengibaratkan program ini terlihat meyakinkan dari luar tetapi lemah dalam implementasi.
Menurut Ahok, kesulitan terbesar bukanlah teknis program, melainkan adanya kepentingan lain yang menumpanginya. “Program itu tidak ada yang sulit. Yang sulit kalau ada yang minta bagi-bagi proyek,” tegasnya. Pernyataan ini menyinggung potensi kebocoran dan intervensi dalam pengelolaan anggaran MBG yang mencapai Rp71 triliun pada APBN 2025.
Sebagai perbandingan, Ahok menyinggung pengalamannya saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, ia meluncurkan sejumlah program bantuan sosial berbasis kartu dan voucher, seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan voucher pangan. Menurutnya, mekanisme berbasis kartu lebih efektif karena fleksibel digunakan penerima, transparan berkat pencatatan digital, dan lebih mudah diawasi tanpa repot membangun dapur maupun distribusi massal.
“Dengan voucher, warga bisa belanja sesuai kebutuhan. Pemerintah tinggal pantau transaksinya, jelas dan gampang diaudit,” ujar Ahok. Hal itu berbeda dengan MBG yang dinilainya kompleks dari sisi logistik, menu, hingga kualitas gizi, sehingga rawan masalah jika tidak diawasi ketat.
Program MBG sendiri masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) periode 2025–2029 dengan target menjangkau 82,9 juta penerima manfaat. Hingga awal 2025, pemerintah sudah membangun puluhan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sejumlah daerah. Meski demikian, Presiden Prabowo sempat meminta maaf karena program belum bisa menjangkau semua anak sekolah dan ibu hamil sesuai target.
Kritik Ahok menjadi pengingat bahwa keberhasilan program raksasa seperti MBG tidak hanya diukur dari besar anggaran dan luas target, tetapi juga dari ketepatan eksekusi dan ketegasan pemerintah dalam menutup ruang bagi praktik “bagi-bagi proyek.”







Komentar