Jokowi, Trump, Zohran Mamdani & Anies Baswedan
By Geisz Chalifah
Donald Trump dan Joko Widodo tampak berbeda — satu blak-blakan, satu berbahasa halus — tapi keduanya punya pola kekuasaan yang serupa: populis yang berubah menjadi tiran.
- Trump berbicara tanpa topeng. Ia berteriak, menyerang, dan menampilkan wajah kekuasaan yang kasar.
- Jokowi sebaliknya: menampilkan kesederhanaan, tutur santun, dan citra ayah bangsa. Tapi di balik itu, kelicikannya bekerja jauh lebih senyap dan efektif.
- Keduanya sama-sama alergi pada lawan yang tak bisa dikendalikan.
– Trump membenci Zohran Mamdani — politisi muda New York yang menolak tunduk pada konglomerat.
– Jokowi menghadapi Anies Baswedan — sosok yang menang di Pilkada DKI 2017 di luar restu kekuasaan.
- Pada Pilkada 2017, semua kekuatan dikerahkan untuk menjegal Anies.
Namun rakyat Jakarta membalikkan permainan: modal dikalahkan oleh aspirasi.
Anies menang, dan kemenangan itu menjadi luka politik bagi Jokowi dan lingkar oligarkinya.
- Dari sanalah semuanya berubah.
Jokowi belajar: kekuasaan tak boleh dibiarkan kalah oleh rakyat lagi.
Maka lahirlah strategi baru — sistem harus dikuasai dari dalam.
- Mahkamah Konstitusi diubah fungsinya dari penjaga konstitusi menjadi pagar kekuasaan.
Putusan yang membuka jalan bagi anaknya, Gibran, bukan sekadar kontroversi; itu bukti bahwa hukum bisa dibelokkan.
Tiga hakim menyatakan dissenting opinion, tapi suara mereka tenggelam di tengah orkestrasi politik yang disiapkan dengan rapi.
- Lalu Pilpres usai, dan Jokowi berhasil memastikan kendali tetap di tangannya — bukan lewat jabatan, tapi lewat jaringan.
Namun satu hal masih mengganggu: Anies belum mati secara politik.
- Menjelang Pilkada DKI 2024, skenarionya kembali disusun.
Para ketua partai dipanggil dan diarahkan untuk mendukung calon tunggal.
Partai yang sempat mendukung Anies diberi sinyal: jangan coba-coba.
NasDem mengerti pesan itu; PKB pun paham risikonya.
Cak Imin bahkan menggambarkannya dengan jujur: “Mobilnya memang di kami, tapi BPKB-nya ada di sana.”
- Kali ini, bukan rakyat yang dihadapi Jokowi,
melainkan sistem yang sudah ia tata sendiri —
dengan bansos sebagai umpan, aparat sebagai alat, dan tekanan politik sebagai jaring yang menjerat.
- Trump gagal menundukkan hukum;
Jokowi berhasil menjadikannya alat.
Dan bila ukuran tirani adalah seberapa jauh seseorang mampu menjinakkan sistem,
maka Jokowi — dengan seluruh eufemismenya — jauh lebih berbahaya dari Trump yang berteriak.







Komentar