TERMUL UNJUK GIGI, TERNYATA OMPONG, SITUASI TAK SEPERTI DULU LAGI

Para pendukung Jokowi unjuk gigi, unjuk kekuatan. Sekitar 30-an organisasi relawan Jokowi melakukan konferensi pers di Jakarta. Penuh satu spanduk besar dengan lambang organisasi relawan Jokowi. Kalau organisasi relawan itu benar-benar ada dan aktif, bukan fiktif, maka partai sekelas Gerindra, Golkar, bahkan PDIP sekalipun, bisa lewat.

Tapi, kalau pendukungnya banyak, kenapa Jokowi tak mau mendirikan partai baru? Pasti Jokowi memiliki alasan sendiri. Anggap saja strategi politik Jokowi agar tak mudah ditebak. Tapi konferensi pers para pendukung Jokowi seperti kemarin itu, fenomena baru juga. Apalagi yang dihantam adalah Polda Metro Jaya.

Kenapa dikatakan konferensi pers para pendukung Jokowi itu sebagai fenomena baru dalam politik? Sebab, dulu di era Jokowi, yang terasa selama 10 tahun terakhir ini, kalau sudah relawan Jokowi yang bergerak ke penegak hukum (melaporkan pihak oposisi), maka cepat sekali diproses oleh penegak hukum dan langsung jelas status hukum orang yang dilaporkan itu sebagai tersangka.

Kini, walaupun semua kekuatan organisasi relawan Jokowi yang turun tangan, kalau tak jelas juga status Roy Suryo cs, maka boleh dibilang situasi tak lagi dalam kendali relawan Jokowi. Biasanya kubu yang konferensi pers itu adalah pihak oposisi yang berhadapan dengan relawan Jokowi. Kini terbalik.

Delapan poin pernyataan sikap organisasi relawan Jokowi kemarin itu, intinya:

  • Untuk penegak hukum terhadap Roy Suryo Cs agar segera ditersangkakan.
  • Penegak hukum dianggap membiarkan saja Roy Suryo Cs bermanuver, baik terhadap ijazah Jokowi maupun terhadap ijazah Gibran.
  • Tindakan Roy Suryo Cs dianggap berbahaya dan menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat dan harus ditindak tegas oleh penegak hukum.
  • Ajakan kepada masyarakat agar tak terprovokasi manuver Roy Suryo Cs dan bersatu
  • Juga disertai ancaman advokasi hukum, kalau hal itu terus saja berlangsung dan penegak hukum dinilai lamban.

Pertanyaannya, apakah kalau Roy Suryo Cs menjadi tersangka, maka otomatis ijazah Jokowi dan Gibran menjadi asli dan tidak bisa lagi dipermasalahkan? Justru perkembangan terbaru seperti menguatkan posisi Roy Suryo Cs, baik terhadap ijazah Jokowi maupun ijazah Gibran.

Pihak Roy Suryo Cs sudah mengantongi ijazah legalisir Jokowi dari KPU, yang dikatakan persis sama dengan ijazah yang selama ini sudah dianalisis atau diteliti Roy Suryo Cs, malah sudah dibuatkan buku pula berjudul, “Jokowi’s White Paper”.

Mestinya Roy Suryo Cs terbebas dari jeratan pencemaran nama baik, fitnah, dan ujaran kebencian karena apa yang ditelitinya persis sama dengan yang asli.

Ijazah Gibran tak kalah menariknya dibandingkan ijazah Jokowi. Ijazah Gibran, khususnya ijazah SMA, hampir dipastikan tidak ada. Warga Indonesia yang sudah menetap lama di Australia, Ikhsan Kantonde, mengungkap pengakuan Gibran sendiri saat berada di Australia, bahwa ia cuma kursus bahasa Inggris, dan tak selesai.

Tak seperti UGM, Kemendikdasmen lebih terbuka terhadap Roy Suryo Cs. Menterinya Abdul Mu’ti mungkin tak merasa ada utang budi apa-apa terhadap Jokowi dan Gibran. Ijazah Sarjana tanpa ada ijazah SMA, sudah pasti tak lolos pencapresan dulunya.

Dibandingkan ijazah Jokowi, ijazah Gibran memang tanpa pembela. Ijazah Jokowi tegas sekali dibela UGM. Jokowi alumni UGM, titik. Tapi ijazah yang sudah berada ditangan alumni, UGM memang tak tahu menahu lagi. Sepenuhnya jadi tanggung jawab alumni.

Ijazah Jokowi itulah yang dikatakan Roy Suryo Cs 99,9% palsu. Bareskrim juga memastikan ijazah Jokowi identik. Tapi saat dikonfrontasi Roy Suryo Cs, Bareskrim seperti memilih menghindar.

Ujazah Sarjana Gibran sempat ada rilis pula dari MDIS, Singapura, tapi tak dipercaya Roy Suryo Cs, karena rilisnya kabur dan tak memenuhi standar jurnalistik.

Wajar saja para pendukung Jokowi mulai bergerak dan menggertak aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Metro Jaya, segera mentersangkakan Roy Suryo Cs, dan kalau bisa langsung menangkapnya. Tapi di tengah tuntutan Reformasi Polri saat ini, apa yang bisa dilakukan aparat penegak hukum tanpa bukti-bukti yang terang seterang cahaya?

Dan bukan tipe gaya kepemimpinan Prabowo pula yang seperti itu. Sepanjang ada bukti, bahkan orang terdekatnya sekalipun ia lepas untuk bertanggung jawab. Bukan membiarkan kebohongan dan fitnah terhadap Jokowi dan Gibran, tapi memang harus dibuktikan kebenarannya.

Mumpung Jokowi sudah memerintahkan para pendukungnya untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode, maka berkumpulnya para relawan ini, meski terkait ijazah palsu Jokowi dan Gibran, bisa dijadikan ajang konsolidasi awal kekuatan politik Jokowi-Gibran 2029.

Tak sedikit yang memprediksi, bahkan sekaliber Rocky Gerung, bahwa kasus ijazah palsu ini akan sampai pada Pilpres 2029. Jokowi dan Gibran, serta para relawan, tentu harus bisa memenangkan isu ini kalau ingin tetap eksis di 2029.

Kalau kalah dengan Roy Suryo Cs, jangankan akan mendampingi Prabowo dua periode, untuk maju pun Gibran tentu akan terkendala aturan yang tak bisa lagi dilampaui seperti dulu.

(Oleh: Erizal)

Komentar