SAYUP-SAYUP TERIAKAN MERDEKA (LAGI) DARI ACEH….
✍🏻Azwar Siregar
Tahun 2008 sampai 2019, saya Pemegang KTP Aceh. Berarti 11 tahun lamanya.
Jauh sebelumnya, saya sudah merantau dan mencari penghidupan di Aceh. Mulai tahun 2002. Berarti hampir 17 tahun saya hidup di Aceh.
Masa-masa konflik GAM dengan Pemerintah, saya sudah di Aceh. Masa Aceh dengan KTP Merah Putih. Saya sudah di Aceh.
Saya pernah dirazia Polisi Militer. Dikira Anggota TNI yang mau melarikan diri.
Sebaliknya saya juga beberapa kali bertemu Pejuang GAM. Ngobrol-ngobrol dengan mereka. Bersenda gurau walau awalnya diterima dengan curiga. Tapi pada akhirnya bisa tertawa.
Masa konflik saya di Tamiang, Langsa, Idi Rayeuk, Lhokseumawe, Bireun, Sigli dan Banda Aceh. Semua wilayah itu bisa dikatakan Daerah Merah pada masa itu.
Artinya wilayah yang penuh dengan Pejuang GAM dan saya harus katakan, diam-diam mayoritas masyarakat di daerah itu mendukung GAM.
“Emang kerjaan abang apa?”
SALESMAN!
Jangan tertawa. Tapi percayalah, sebagai seorang Sales, saya lebih takut ngga punya uang ketimbang mati ditembak di Medan perang!
Saya sales Vacuum Cleaner dan Water Purifier. Syukurnya Perusahaan Modal Asing milik Swedia. Sementara Petinggi GAM saat itu, Tengku Hasan di Tiro, tinggal dan dibawah perlindungan Pemerintah Swedia.
Mungkin ini salah satu alasan, kenapa para Pejuang GAM waktu itu bisa percaya dan tidak terlalu curiga dengan saya.
Begitupun, ada beberapa kali kejadian mencekam. Misalnya waktu kami di daerah Bireun. Saya lupa nama Gampongnya, sudah ke arah pantai.
Banyak penduduk disana belum bisa bahasa Indonesia. Untung di team saya ada orang Aceh. Tapi kami dicurigai mata-mata TNI, disuruh keluar dari kampung sesegera mungkin.
Saya juga pernah ada “masalah” sedikit dengan eks Panglima Sagoe Batee Ilek. Beliau beli produk. Ada masalah, tapi saya sudah keluar.
Minta saya bertanggung jawab. Saya minta beliau ke Kantornya, saya kirim alamatnya, karena Perusahaannya jelas, Kantornya jelas, dan saya cuma team Pemasaran dan kebetulan sudah keluar jadi ngga bisa bantu.
Beliau ngamuk-ngamuk dan “mengancam”. Tapi saya kasih pemahaman dan penjelasan. Beliau akhirnya paham dan meneruskan komplain ke Perusahaannya.
Setelah Aceh Damai, explorasi Aceh saya semakin manjadi-jadi. Saya pernah beberapa bulan di Meulaboh, Nagan Raya, Blang Pidie, dan Takengon.
Punya kenalan dan sahabat hampir disemua tempat. Mulai dari masyarakat biasa, tokoh masyarakat, Pengusaha sampai Pejabat.
Jadi sedikit banyak, apalagi sebagai seorang Marketing yang terjun langsung ke bawah, saya bisa dan mungkin cukup memahami karakter masyarakat Aceh.
Masyarakat Aceh memang keras kepala. Tapi mereka sangat setia kawan. Sangat memuliakan tamu. Rata-rata sekalipun tampang serius, tapi sangat humoris.
Tentu saja masyarakat Aceh sangat relijius. Tapi mereka juga sangat menghormati orang yang berbeda agama. Di masa konflik, beberapa Gereja termasuk di Kota Langsa “dijamin” oleh Pejuang GAM. Tidak ada yang mengusik.
Begitu juga Klenteng. Ada beberapa bahkan yang usianya lebih tua dari NKRI. Sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Tetap kokoh, berfungsi, dan tetap lestari.
Kalau sekarang ada teriakan-teriakan merdeka, saya yakin itu adalah luapan dari rasa kecewa.
Pada dasarnya, mayoritas orang Aceh sekarang sudah berdamai dengan masa lalu. Sudah menerima dan ikhlas bersama Indonesia.
Hanya saja kekecewaan-kekecewaan itu jangan sampai diabaikan. Karena kekecewaan yang diabaikan bisa mengubah hati orang. Apalagi dari bangsa besar yang kalau bukan karena Tsunami, saya yakin kita tidak akan pernah damai. Apalagi mampu menaklukkannya!
Tahan lidah yang mau memaki-maki bangsa Aceh. Datang dulu dan rasakan kuah Pliek U. Rasakan keramahan Aceh. Rasakan persahabatannya. Rasakan penghormatan mereka memuliakan tamu. Saya yakin pandangan kalian akan berubah.
Aceh Lon Sayang tetap semangat. Bangsa kuat dan keturunan orang-orang Mulia!
(*)







Komentar