“Saya yang akan bertanggung jawab!”
‘Saya’ yang beliau maksud ini, siapa dulu? Saya sebagai pribadi, atau saya mengatas namakan posisinya sebagai pejabat publik?
Kalau tanggung jawab (dalam hal ini adalah utang Wuzz) dia ambil alih sebagai pribadi, ya monggo, silakan. Alhamdulillah malah. Mau dicicil berapa tahun dengan bunga berapa pun tidak masalah. Kalau bisa sekalian ambil alih kotoran-kotoran pendahulunya yang berserakan di mana-mana.
Tapi kalau kaitannya sebagai pejabat publik, yang artinya masalah Wuzz juga beralih jadi masalah negara termasuk utang-utangnya, ya nanti dulu.
Dari awal oleh inisiatornya sudah ditegaskan berkali-kali, bahwa kerjasama proyek Wuzz ini B-to-B. Business to Business. Kerjasama antar badan usaha. Bukan B-to-G, G-to-B, apalagi G-to-G. Pernyataan si Petruk itu bertebaran di dunia maya. Karena B-to-B, maka apapun yang terjadi, jika untung maupun rugi, akan jadi hak dan tanggung jawab badan usaha yang yang mengelolanya.
Lha kok ujug-ujug utang Wuzz mau diambil alih negara? Apa dasarnya?
Baiklah! Pemegang saham terbesar Wuzz adalah konsorsium BUMN dan inisiator proyek ini adalah orang-orang di pemerintahan.
Sudah dihitung oleh auditor, dalam beberapa tahun ke depan Wuzz tidak akan sanggup melanjutkan operasional jika masih dibebani cicilan yang luar biasa besarnya, walaupun si Sengkuni sudah meminta kreditur merestruktur utang-utang Wuzz. Jadi, mau tidak mau negara terpaksa menyuntik tambahan modal untuk menyelamatkan Wuzz.
Tapi ya nggak sesederhana itu diambil alih begitu saja tanpa ada tanggung jawab dari pihak-pihak yang menyebabkan timbulnya masalah Wuzz ini.
Yang dipakai buat nomboki utang Wuzz ini pajak publik lho.
Harus ada audit mendalam oleh auditor independen mengapa pembangunan Wuzz ini bisa membengkak hampir 100%. Jika ada mark-up atau korupsi, maling-malingnya harus diseret ke penjara.
Dari awal sudah diingatkan, proyek Wuzz ini terlalu ambisius, dan berpotensi bermasalah di kemudian hari. Ibarat satu keluarga yang rumahnya tipe 36 tapi ngotot punya Alphard di garasi, dan Alphardnya pun hasil ngutang, hanya demi memenuhi ambisi kepala keluarga yang terindikasi punya penyakit narsistic akut, agar keluarganya terlihat kaya dan lebih maju daripada tetangganya, ya pasti nantinya akan jadi masalah.
Tapi si narsistic itu bebal. Dia ingin di masa pemerintahannya proyek-proyek raksasa seperti Wuzz dan IKN tuntas apapun resikonya, agar ia punya legacy dan dicatat sejarah sebagai Bapak Pembangunan Nasional.
Mirip So*k*rn* dulu.
Kita harusnya tidak membiasakan negara ini menanggung akibat dari ambisi pribadi seorang NPD tanpa tanggung jawab, biar pengelola negara ini tidak asal-asalan membuat kebijakan.
Hidup Jokowi!
(WENDRA SETIAWAN)







Komentar