Saya Cemburu Pada Bangsa Kolombia

Saya cemburu pada bangsa Kolombia

Oleh: Saleh Abdullah

Gustavo Petro tidak sedang berpidato diplomatik di sidang majelis umum PBB kemarin. Kata-kata yang ia gunakan tidak bersayap dengan bulu-bulu yang terbang ke mana-mana. Ia menyerukan dengan kata-kata tegas dan keras.

Gustavo adalah Kepala Negara dari Dunia Selatan yang pidatonya beresonansi global. Menggetarkan. Bukan omon-omon. Bukan wok de tok, tok de tok.

Gustavo tampil dengan memberi sentuhan dan melibatkan diri dengan berani pada diskursus global yang terus memicu reaksi dunia.

Gustavo tidak sedang berdiplomasi di hadapan para diplomat itu. Ia sedang marah dan menuding dengan tudingan yang tak mengandung keraguan, sedikitpun.

Ia menyerukan konsolidasi seluruh kekuatan militer negara-negara di dunia untuk menyerang Israel.

Ia percaya, hanya dengan kekuatan terkonsolidasi seperti itu, Israel bisa diusir dari bumi Palestina.

Gustavo bahkan ikut turun ke jalan bersama para demonstran di New York dan berorasi mendukung rakyat Palestina. Dan karena itu bikin Trump kelabakan dan mengusirnya dari AS.

Berikut kisah ringkasnya Gustavo Petro yang saya olah dari beberapa sumber.

  • Gustavo Petro lahir pada 19 April 1960 di Ciénaga de Oro, Córdoba, Colombia. Ia seorang mestizo keturunan Italy. Pada 1970-an, demi kehidupan yang lebih baik, keluarga Petro memutuskan untuk bermigrasi ke kota pedalaman Kolombia yang lebih makmur, Zipaquirá, tepat di utara Bogotá.
  • Pada usia 17 tahun, karena keyakinan bahwa perjuangan gerilya dapat mengubah sistem politik dan ekonomi Kolombia, Gustavo bergabung dengan kelompok gerilya “Gerakan 19 April” (M-19), kelompok sayap kiri yang berideologi nasionalisme revolusioner. Ia ikut melakukan beberapa gerakan gerilya bawah tanah perkotaan. M-19 banyak terinspirasi dari gerakan pembebasan Tupamaros di Uruguay dan Montoneros di Argentina. Ketika aktif di M-19 itu, Petro pernah ditangkap militer. Selama 10 hari ia mengalami penyiksaan fisik. Jadi Petro, selain sebagai politisi kawakan Kolombia — seperti beberapa pemimpin gerakan pembebasan Amerika Latin lainnya – ia juga pernah menjadi tahanan politik dan merasakan kekejaman fasis militer. Ia mengerti lahir batin arti penindasan dan perjuangan.
  • Sebagai seorang Katolik, Gustavo Petro begitu terinspirasi oleh ajaran Teologi Pembebasan yang berkembang di Amerika Latin. Ia kemudian menjadi penganut Teologi Pembebasan dan terus membawanya pada semangat pembebasan. Tidak heran bila ia kemudian menolak secara kategoris penyebutan kitab suci bahwa bangsa Israel adalah “bangsa terpilih.” PBB tidak boleh takut dan berlaku diskriminatif melindungi AS dan Israel. PBB harus melindungi semua umat manusia. Termasuk bangsa Palestina! Begitu kurang lebih teriakannya pada majelis umum PBB kemarin.
  • Menariknya, ketika masih aktif bergerilya, Gustavo Petro menggunakan nama samaran Aureliano. Satu karakter dari Novel terkenal One Hundred Years of Solitude (100 Tahun Kesunyian), karya Gabriel García Márquez. Ia pernah belajar ekonomi dan administrasi publik di Kolombia, lalu belajar hak asasi manusia di Université Catholique de Louvain, Belgia. Untuk administrasi publik ia mengambil doktoral di University of Salamanca, Spanyol. Semua jejak pendidikannya tercatat. Dijamin tidak pernah memanipulasi riwayat pendidikan dan ijazah.
  • Selepas dari masa tahanan politik, sebagai buah dari dialog damai antara M-19 dan pemerintah, Gustavo Petro kemudian menjadi politisi. Pernah menjabat beberapa jabatan, hingga akhirnya menjadi Presiden Kolombia. Dan sejarah Kolombiapun mencatat: Gustavo Fransisco Petro Urrego sebagai presiden sayap kiri pertama di Kolombia.

Komentar