Sama-sama Merusak Alam, Tapi Hasilnya Berbeda

Sama-sama Merusak Alam, Tapi Hasilnya Berbeda

āœšŸ»Ismail Amin

Dengan populasi yang terus bertambah, tentu kita tidak bisa mempertahankan ekosistem awal, harus ada pengrusakan alam yang dilakukan, untuk membangun perumahan, jalan, pertanian sampai pertambangan buat jadi modal menjalankan negara, agar ekonomi bergerak….

Namun dengan semua pengrusakan itu apa yang didapat? apa rakyat di negara ini makin sejahtera? apa semua mudah mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan yang layak? nyatanya kan tidak sesederhana itu?

Kekayaan alam dikuras, tetapi kemiskinan tetap luas; tambang beroperasi puluhan tahun, tetapi sekolah dan rumah sakit di sekitarnya tetap memprihatinkan; jalan dibangun, tapi ketimpangan justru melebar. Yang tumbuh cepat bukan hanya beton, melainkan juga jurang antara pemilik modal dan rakyat kecil.

Padahal konstitusi jelas menyebut bahwa kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk menggemukkan segelintir elite….

Singapura merusak alam secara ekstrim, reklamasi brutal, tapi negaranya maju. Mereka merusak alam tapi sekaligus membangun tata kelola yang bersih, pendidikan merata, dan layanan publik yang canggih.

Di sini, alam dirusak, tapi korupsi tetap jadi budaya. Maka yang tersisa adalah kerusakan tanpa kemajuan yang setara. Rakyat bukan menikmati hasil, tapi mewarisi bencana….

Sama halnya dengan apa yang terjadi di banyak negara Arab yang pro AS dan tunduk pada kepentingan global. Secara moral itu problematik, bahkan rela mengorbankan Palestina dan sebagian kedaulatan politiknya. Tetapi satu hal tidak bisa dipungkiri: rakyat mereka relatif sejahtera secara ekonomi. Infrastruktur berfungsi, layanan publik berjalan dan mereka melesat maju.

Sementara kita? Kita juga tunduk pada kekuatan global, juga membuka karpet merah untuk modal asing, juga mengorbankan hutan, gunung, dan laut untuk dikeruk mereka. Bedanya, kita kehilangan alam dan kedaulatan ekonomi, namun tidak memperoleh kesejahteraan sebagai gantinya. Rakyat tetap miskin, pendidikan mahal, kesehatan timpang…

Saya singkat begini, Singapura, China, Korea Selatan dan Jepang melakukan pengrusakan alam sangat ekstrim, pegunungan dipotong untuk kota dan industri, hutan ditebang, eksploitasi laut tinggi, tambang dan bendungan raksasa dibangun namun hasilnya negara super tertib, rente ekonomi tinggi dan layanan publik mewah. Kesemuanya menjadi raksasa industri dan tehnologi dengan pendidikan kelas dunia.

Sementara Indonesia melakukan hal yang sama, apa yang didapat? Keuntungannya untuk segelintir orang, dampaknya yang menghadirkan bencana, dirasakan oleh semua…

Saudi, Qatar, Emirat dan Yordania memberikan hak pengelolaan pertambangan minyak dan gas mereka ke korporat eropa dan AS, bahkan separuh kedaulatan pun tidak lagi di tangan mereka dengan tunduk pada kekuatan global. Namun mereka mampu menjadikan negara mereka maju dengan layanan publik yang super mewah.

Indonesia juga tidak jauh beda, kita tunduk pada kekuatan global, menyerahkan sebagian kedaulatan, namun tetap miskin dan layanan publik yang buruk..

Mereka menjual kedaulatan lalu membeli kesejahteraan rakyat; kita menjual segalanya, tapi yang kita dapat justru ketertinggalan… Dungu nda itu?

Saya benar-benar ingin mengumpat lhoā€¦šŸ˜”

Komentar