Pagi yang cerah di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, berubah menjadi penuh ketegangan ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi mendadak di kawasan Bea Cukai.
Kunjungan itu dilakukan bukan sekadar seremonial, melainkan untuk memastikan bahwa proses pemeriksaan barang impor berjalan jujur dan sesuai aturan.
Dalam kunjungan tersebut, Purbaya menemukan sesuatu yang mengejutkan karena harga barang impor yang tercatat di dokumen bea cukai ternyata sangat jauh di bawah harga pasar.
Dalam salah satu pemeriksaan ditemukan barang impor yang di dalam dokumennya hanya tercatat bernilai 7 dolar Amerika atau sekitar 116 ribu rupiah.
Namun ketika dicek di market online, barang serupa dijual dengan harga mencapai 40 juta hingga 50 juta rupiah.
Purbaya yang mendampingi proses pemeriksaan tersebut terlihat kaget dan langsung memerintahkan agar barang itu dibawa ke laboratorium Bea Cukai untuk diperiksa lebih lanjut.
Ia menegaskan, “Barang ini akan kita telusuri. Tidak mungkin nilainya cuma segitu kalau di pasaran harganya puluhan juta.”
Temuan ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik under-invoicing, yaitu upaya melaporkan nilai impor jauh lebih rendah dari harga sebenarnya.
Praktik seperti ini dapat membuat negara kehilangan potensi penerimaan dari bea masuk, pajak impor, dan cukai karena nilai dasar perhitungannya menjadi tidak sesuai dengan kondisi riil.
Dalam kesempatan yang sama, menurut NTV News, juga ditemukan barang serupa yang tercatat seharga 100 ribu rupiah, padahal di pasar nilainya bisa mencapai 50 juta rupiah.
Perbedaan harga yang begitu mencolok membuat Purbaya menilai perlu adanya pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh dokumen dan pelaku impor yang terlibat.
Selain menemukan harga mencurigakan, Purbaya juga meninjau laboratorium dan peralatan scanner kontainer di lingkungan Bea Cukai Tanjung Perak.
Ia mengatakan bahwa pengawasan perlu ditingkatkan melalui teknologi informasi terpadu agar setiap data impor dapat terpantau secara transparan dan real time.
Dalam keterangan yang disampaikan di lokasi, ia menegaskan bahwa sistem pengawasan yang kuat dan berbasis digital adalah kunci agar tidak ada lagi celah manipulasi harga dan nilai impor yang bisa merugikan negara.
Para petugas laboratorium menjelaskan bahwa pemeriksaan fisik terhadap barang impor memang menjadi tahapan penting untuk memastikan kesesuaian antara dokumen dan barang yang datang.
Barang-barang yang nilainya mencurigakan akan diuji untuk mengetahui jenis dan spesifikasinya, termasuk apakah barang tersebut benar baru, bekas, atau rekondisi.
Langkah ini juga menjadi dasar untuk menentukan nilai sebenarnya di pasaran.
“Kalau hasil lab nanti menunjukkan nilai yang jauh berbeda dengan dokumen, maka akan kita tindak lanjuti sesuai aturan hukum yang berlaku,” kata Purbaya dalam kutipan yang dimuat oleh Liputan6.
Fenomena ini bukan sekadar soal angka di atas kertas, sebab perbedaan antara nilai tercatat dan nilai pasar bisa berdampak besar terhadap penerimaan negara.
Misalnya, jika nilai barang yang seharusnya 40 juta rupiah hanya dilaporkan 100 ribu rupiah, maka bea masuk dan pajak yang dibayarkan juga akan jauh lebih kecil.
Dalam skala besar, praktik seperti ini bisa merugikan negara hingga miliaran rupiah setiap tahunnya.
Karena itu, sidak ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi para importir agar tidak bermain-main dengan nilai barang yang dilaporkan.
Dalam sidak yang berlangsung pada 11 hingga 12 November 2025 itu, Purbaya juga menegaskan komitmen Kementerian Keuangan untuk memperkuat kerjasama antar unit di lingkungan Bea dan Cukai, termasuk pengawasan di pelabuhan lain.
Pemerintah berencana mengembangkan sistem analitik otomatis yang bisa mendeteksi ketidakwajaran harga impor berdasarkan perbandingan dengan harga pasar daring.
Sistem seperti ini nantinya akan menandai data yang tidak wajar sehingga bisa diperiksa lebih cepat dan akurat.
Purbaya berharap langkah ini tidak hanya menertibkan pelaku usaha yang nakal, tetapi juga membangun budaya kepatuhan baru di sektor perdagangan internasional.
Ia mengatakan, “Kita ingin Bea Cukai bukan hanya kuat dalam pengawasan, tetapi juga dipercaya masyarakat karena bekerja jujur dan terbuka.”
Sidak ini memberi pesan kuat bahwa ketidakjujuran sekecil apa pun dalam laporan nilai barang bisa berdampak besar bagi keuangan negara dan keadilan ekonomi seluruh warga.
(Sumber: Pecah Telur)







Komentar