Pramono Anung: Game PUBG Jadi Pemicu Tragedi SMAN 72

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menilai gim daring seperti PUBG (PlayerUnknown’s Battlegrounds) berpotensi menjadi salah satu faktor pemicu dalam tragedi ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, yang menewaskan dan melukai sejumlah siswa. Ia mendukung langkah pemerintah pusat untuk membatasi permainan tersebut demi mencegah kejadian serupa.

“Pemerintah DKI akan memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan pusat agar peristiwa seperti di SMA 72 tidak terulang lagi,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Senin (10/11/2025).

Pramono mengungkapkan dirinya turun langsung ke lokasi kejadian sesaat setelah ledakan terjadi. Ia menyaksikan kondisi sekolah yang porak poranda dan menjenguk beberapa korban yang masih menjalani perawatan di rumah sakit.
“Saya sempat berdialog dengan korban dan keluarganya. Intinya, ini tidak boleh terulang lagi,” ujarnya tegas.

Menurut Pramono, faktor psikologis siswa dan lingkungan sekolah harus menjadi perhatian serius. Ia menyoroti adanya laporan bahwa pelaku ledakan diduga mengalami tekanan sosial dan perundungan (bullying) sebelum insiden terjadi. Dalam konteks itu, ia menilai bahwa gim berbasis peperangan seperti PUBG bisa memperkuat perilaku agresif bila tidak diawasi.

“Bullying di sekolah dan permainan yang mendorong kekerasan adalah kombinasi berbahaya. Keduanya bisa menjadi motivasi atau pemicu tindakan nekat,” katanya.

Pernyataan Pramono datang setelah pemerintah pusat mewacanakan pembatasan akses terhadap gim PUBG dan sejenisnya, menyusul temuan tujuh bahan peledak di lingkungan SMAN 72, empat di antaranya sempat meledak. Polisi tengah mendalami dugaan bahwa pelaku terinspirasi dari permainan perang virtual tersebut.

“Pemerintah daerah akan bersinergi dengan pusat, baik dalam pengawasan dunia pendidikan maupun dalam kebijakan pembatasan konten digital yang berisiko,” tambah Pramono.

Tragedi SMAN 72 Kelapa Gading kini membuka kembali perdebatan tentang dampak psikologis gim daring terhadap remaja. Banyak pihak menilai, pengawasan keluarga dan sekolah menjadi kunci agar ruang digital tidak menjadi medan perang yang berujung di dunia nyata.

Komentar