Prabowo: Keracunan MBG Cuma 0,0017 Persen dari Total Penerima

  • Laporan-laporan tentang keracunan makanan pada siswa-siswi sekolah akibat makan bergizi gratis terus berdatangan. Semakin hari jumlahnya semakin bertambah. Banyak pihak menyerukan agar program ini dihentikan saja. Ada yang menyarankan untuk sementara, ada juga yang ingin ditutup permanen dan dicari cara lain untuk memberi makanan sehat kepada anak-anak Indonesia.
  • Pihak pemerintah rupanya tetap kukuh pada pendirian. Ini adalah program bagus. Keracunan itu sangat kecil jumlahnya. Kepala BGN dan Presiden menyebut banyak angka di belakang nol koma. Yang memperlihatkan betapa tidak signifikan keracunan ini.
  • Disisi lain, para politisi mengembuskan isu ada sabotase. Ada orang-orang yang dengan sengaja ingin program ini gagal. Saya tidak mengerti darimana pikiran ini datang. Aparat keamanan Indonesia sangat cepat tanggap menangkap para para aktivis dan menjadikan mereka tahanan politik. Mengapa aparat-aparat yang sama seolah letoy sotoy menghadapi orang-orang yang dituduh ingin menyabotase program ini?
  • Pihak BGN juga kelihatan amat defensif. Deputi BGN Nanik Deyang menangis di depan TV nasional. Seolah itu akan menyelesaikan persoalan. Namun kejadian keracunan berulang lagi dan lagi.
  • Presiden Anda dengan tiba-tiba akhir-akhir ini rajin meneriakkan korupsi. Slogan-slogan anti korupsi dipasang di mana-mana. Semua orang tahu bahwa korupsi itu jahat. Dan semua orang tahu bawah koruptor itu melekat bagai lintah ke kekuasaan. Mereka yang tidak punya kekuasaan ya tidak bisa korupsi. Ya kan?
  • Persoalannya kemudian adalah mengapa soal keracunan ini selalu terjadi? Saya melihat masalahnya justru ada pada desain kebijakan MBG ini sendiri. Problemnya terletak di dalam BGN itu sendiri dan pelaksanaan MBG.
  • Ketika program ini diluncurkan, Presiden membentuk Badan Gizi Nasional. Ini adalah badan yang sama sekali baru. Ia memiliki pimpinan dan banyak deputi — isinya bukan orang-orang ahli gizi melainkan orang kepercayaan Presiden. Deputi-deputinya kebanyakan adalah orang-orang kepercayaan Presiden dan banyak diantaranya militer, termasuk salah satu anggota Tim Mawar yang pernah terlibat penculikan. Mereka semua orang kepercayaannya Presiden.
  • Dengan membuat BGN, Presiden mem-by pass birokrasi yang ada. BGN akan menjadi sebuah birokrasi tersendiri. Ada 30.000 Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI). Ini adalah tenaga yang akan mengelola Satuan Pemenuhan dan Pelayanan Gizi, yang mengelola dapur untuk memasak makanan.
  • 30.000 SPPI itu belum termasuk pegawai pendukungnya. Oh ya, SPPI ini sebelum bertugas diberi pelatihan militer selama 3 bulan. Mereka adalah juga Komponen Cadangan.
  • Jadilah BGN sebuah badan dengan birokrasinya sendiri. Sementara kementrian-kementerian tidak disertakan. Tidak juga pemerintah daerah. Juga tidak sekolah dan para guru. Yang terakhir, orang tua murid pun tidak diminta pertimbangan. Pokoknya penerima manfaat terima beres!
  • SPPG itu ditentukan oleh BGN. Yayasan atau perusahaan katering bisa mengajukan permohonan menjadi pengelola SPPG. BGN akan menentukan lokasinya dan cakupan wilayah pelayanannya.
  • Nah, seperti yang mudah Anda duga, motif menjadi SPPG adalah keuntungan yang sebesar-besarnya. BGN menentukan harga seporsi makanan. Dan tentu pengelola SPPG, yang kebanyakan kabarnya tidak tahu apa-apa tentang industri makanan ini berusaha meminimalkan biaya dan meningkatkan keuntungan.
  • Kualitas kemudian menjadi masalah. Bahkan sebelum kasus keracunan ini saya mendengar para orang tua murid membekali anak-anak mereka dengan kantong plastik untuk menyimpan jatah MBG dan makan makanan yang dibawa dari rumah.
  • Saya menduga demikian buruknya kualitas makanan yang disajikan kepada anak-anak Indonesia sehingga tidak ada satu pejabat pun yang mau ikut memakannya. Padahal, Anda mungkin sudah tahu kelakuan para elit dan pejabat negeri ini yang kerjaannya ngonten siang dan malam. Memang ada satu dua berusaha bikin konten tapi dengan makanan yang jauh berbeda dari yang dimakan anak-anak Indonesia.
  • Program ini jelas bukan yang demokratis dan partisipatif. Bagaimana mungkin memberi makan anak orang tanpa mengajak orang tuanya bicara? Bagaimana mungkin membuat program untuk anak-anak sekolah tanpa melibatkan guru-guru mereka? Tanpa melibatkan komunitas mereka?
  • Mengapa harus membuat badan tersendiri sementara ada banyak ASN yang juga cukup terampil dalam menjalankan program-program seperti ini? Ada banyak ASN dengan kemampuan dan dedikasi yang sangat bisa menjalankan program seperti ini. Apa yang ditakutkan? Korupsi? Apa tidak ada bau korupsi dari hidangan beracun yang disajikan kepada anak-anak Indonesia?
  • Saya kira program ini memang harus dihentikan dan diubah mekanisme pelaksanaannya. Pesantren-pesantren memasak ribuan porsi tiga kali sehari tanpa ada masalah. Kantin-kantin sekolah memberikan makanan sehat dan berkualitas kepada anak-anak tanpa ada masalah. Juga ada sekolah yang menyelenggarakan program semacam ini secara swadaya bertahun-tahun tanpa masalah juga?
  • Mengapa pemerintah tidak mau membuat sistem seperti grant kepada sekolah dan voucher kepada anak-anak yang kurang mampu saja sehingga beayanya tidak semahal dan semegah sekarang tapi hasilnya sangat tidak maksimal?
  • BGN mungkin tidak menjadi pelaksana seluruh program ini. Saya kira BGN seharusnya hanya menjadi lembaga standardisasi saja. Tugasnya menetapkan standar gizi dan menyatakan apakah makanan yang disajikan memenuhi standar gizi atau tidak.
  • 1.2 triyun sehari, uang yang kabarnya akan dibelanjakan BGN untuk MBG per hari rasanya keterlaluan banyaknya. Itu kalau kita memang mau memberi makan makanan yang sehat dan bergizi untuk anak-anak Indonesia. Kecuali kalau ini adalah proyek politik. Kalau demikian halnya, tidak ada lagi yang bisa kita perdebatkan.

(Made Supriatma)

Komentar