Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh bukanlah prioritas kebutuhan publik, melainkan cerminan ambisi pribadi Presiden Joko Widodo.
Menurut Djoko, proyek tersebut menunjukkan arah pembangunan yang tidak sejalan dengan kondisi keuangan negara dan kebutuhan dasar transportasi masyarakat. Ia menyoroti beban finansial PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang kini harus membayar cicilan utang hingga Rp2,2 triliun pada 2025.
“Pembangunan KCJB adalah keinginan Presiden Joko Widodo, bukan kebutuhan masyarakat. Wajar bila muncul pro dan kontra,” ujar Djoko dalam keterangannya, Minggu (9/11/2025).
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu menegaskan, kebutuhan utama Indonesia saat ini justru peningkatan konektivitas transportasi antarmoda, baik di kota maupun di desa. Ia juga menilai rencana memperpanjang proyek kereta cepat hingga Surabaya tidak mendesak dilakukan.
“Yang mendesak sekarang adalah membenahi transportasi umum perkotaan dan pedesaan, reaktivasi jalur rel lama, serta memperkuat jaringan jalan hingga pelosok,” katanya.
Djoko juga mengingatkan agar pembangunan infrastruktur tidak hanya berfokus di Pulau Jawa. Menurutnya, kemajuan transportasi di Jawa sudah jauh lebih pesat dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
“Infrastruktur transportasi di Jawa sudah berkembang pesat. Tantangan justru ada pada integrasi antarmoda serta pemerataan pembangunan di luar Jawa,” ujarnya.
Ia menambahkan, bila semangatnya membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka prioritas seharusnya diarahkan ke wilayah lain di luar Jawa.
“Indonesia adalah negara kepulauan, bukan daratan. Karena itu, pembangunan transportasi harus mempertimbangkan pemerataan dan pengembangan wilayah, bukan semata berdasar jumlah penduduk,” tegasnya.
Pernyataan Djoko muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap proyek Whoosh yang dinilai tidak efisien dan membebani keuangan negara. Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan juga mengakui proyek tersebut “sudah bermasalah sejak awal”.







Komentar