Rencana pemerintah memberikan subsidi operasional kepada Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh kembali memantik kritik. Gagasan pemberian subsidi melalui skema public service obligation (PSO) ini sebelumnya disampaikan CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, dan langsung menimbulkan tanda tanya: mengapa moda premium justru diprioritaskan?
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI, Aditya Dwi Laksana, menilai arah kebijakan tersebut kurang tepat. Menurutnya, PSO semestinya diberikan pada moda yang benar-benar menunjang mobilitas masyarakat luas—bukan transportasi berharga premium.
“PSO itu untuk moda dengan pemanfaatan tinggi dan menyokong mobilitas masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Aditya kepada detikcom, Selasa (11/11/2025). Di ranah perkeretaapian, moda yang tepat untuk PSO adalah KA Lokal, KA Perkotaan, dan KA Ekonomi di wilayah minim transportasi. Moda-moda itu adalah “urat nadi” harian masyarakat.
Pemerintah Whoosh Mulu: Infrastruktur Prestise, Substansi Terabaikan
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah terlihat sibuk mem-branding Whoosh sebagai simbol kemajuan transportasi nasional. Namun, kritik mengalir deras karena perhatian berlebihan pada proyek prestisius ini tak diiringi pembenahan serius pada layanan kereta ekonomi yang jauh lebih krusial bagi publik.
Aditya mengingatkan bahwa rute Jakarta–Bandung sudah memiliki banyak opsi transportasi dengan tarif terjangkau—mulai bus, travel, hingga KA reguler. Artinya, subsidi terhadap Whoosh justru “menyamarkan” tujuan PSO, yang seharusnya untuk mendorong keterjangkauan tarif bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“PSO untuk tarif terjangkau itu tujuannya supaya masyarakat tetap bisa bermobilitas, terutama yang penghasilannya terbatas,” tegasnya.
Kereta Cepat Dinilai Moda Premium: Tidak Tepat Disubsidi
Nada serupa datang dari Peneliti Senior Instran, Deddy Herlambang. Ia menolak keras gagasan subsidi PSO untuk Whoosh. “PSO KCIC kurang tepat,” ujarnya lugas. Menurutnya, PSO diberikan untuk menutup selisih tarif agar kereta ekonomi tetap dapat dijangkau masyarakat.
Deddy menegaskan, layanan kereta cepat merupakan moda premium—pilihan alternatif bagi yang ingin bepergian cepat dan nyaman, bukan moda utama masyarakat.
“Betul sekali Whoosh itu layanan premium. PSO itu proven untuk KA ekonomi, yang betul-betul dipakai masyarakat banyak,” ucapnya.
Dengan kondisi layanan KA ekonomi yang masih jauh dari ideal—keterbatasan kursi, kepadatan, dan minimnya peningkatan layanan—kritik bahwa pemerintah “Woosh mulu” terasa makin relevan. Publik pun mempertanyakan prioritas anggaran yang lebih sering diarahkan ke proyek megah, ketimbang fasilitas sehari-hari yang menyentuh kebutuhan dasar warga.







Komentar