Pasukan Bergajah

Pasukan Bergajah

Oleh: Ustadz Dr. Ahmad Sarwat

Berdasarkan sejarah dan tradisi, penggunaan gajah dalam upaya perobohan Ka’bah oleh Abrahah memiliki beberapa alasan utama:

1) Simbol Kekuatan dan Kekuasaan

    Pada zaman kuno, terutama di wilayah Asia Selatan dan Timur Tengah, gajah adalah simbol kekuatan, kekuasaan, dan kebesaran militer.

    Raja-raja dan panglima perang yang memiliki gajah tempur (gajah perang) dianggap sangat perkasa.

    Dengan membawa pasukan gajah, Abrahah ingin menunjukkan kepada seluruh Jazirah Arab bahwa pasukannya tak tertandingi dan tujuan penghancuran Ka’bah adalah misi yang pasti berhasil.

    2) “Tank” pada Zaman Kuno

      Sebelum penemuan tank dan artileri modern, gajah perang berfungsi seperti “tank” di medan perang.

      Mereka dapat digunakan untuk menghancurkan barisan musuh. Gajah yang dilatih dapat menerobos barisan infanteri lawan, menimbulkan kepanikan, dan menginjak-injak tentara.

      Selain itu gajah juga bisa merobohkan bangunan dan benteng. Gading dan kekuatan fisik gajah sangat efektif untuk merusak struktur bangunan, termasuk dinding Ka’bah yang saat itu belum kokoh seperti sekarang.

      Para komandan sering menunggangi gajah untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik dari medan perang dan mengarahkan pasukannya.

      Tujuan utama Abrahah adalah mengalihkan pusat ziarah bangsa Arab dari Ka’bah di Mekkah ke gereja besar yang ia bangun di Yaman.

      Dengan merobohkan Ka’bah menggunakan kekuatan yang begitu besar dan tak terhentikan (yaitu gajah), ia berharap dapat menghancurkan semangat dan keyakinan bangsa Arab terhadap kesucian Ka’bah.

      Hal ini akan membuat mereka beralih ke gereja yang ia bangun sebagai tempat ibadah baru.

      Meskipun Abrahah datang dengan kekuatan penuh dan gajah-gajahnya, peristiwa yang dikenal sebagai “Tahun Gajah” (sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Fiil) berakhir dengan kegagalan.

      Gajah yang bernama Mahmud tidak mau bergerak menuju Ka’bah, dan pasukan Abrahah dihancurkan oleh burung-burung yang melempari mereka dengan batu-batu dari tanah liat yang terbakar. Peristiwa ini dipercaya terjadi pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dan menjadi tanda kebesaran Allah SWT yang melindungi rumah-Nya.

      Berdasarkan perhitungan mayoritas sejarawan dan ulama, jarak antara peristiwa datangnya pasukan Gajah dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW sangat dekat, yaitu sekitar 50 sampai 55 hari atau kurang dari dua bulan.

      Peristiwa pasukan Gajah (Tahun Gajah) diperkirakan terjadi pada bulan Muharram atau Safar.

      Sementara itu, Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal pada tahun yang sama. Hal ini menjadikan “Tahun Gajah” sebagai penanda sejarah yang sangat penting karena bertepatan dengan tahun kelahiran Nabi.

      Komentar