Menhan vs Luhut

✍🏻Catatan Agus Maksum

Pagi ini saya membaca silang pendapat dua tokoh besar republik. Bukan silang pedang—hanya silang pernyataan. Tapi di negeri seperti Indonesia, kadang kata-kata lebih tajam dari keris Mpu Gandring.

Di satu sisi, ada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang turun ke Morowali seperti seorang jenderal yang menemukan markas musuh di halaman rumahnya sendiri.

“Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik,” katanya. Suara mantan Pangdam yang sudah kenyang medan. Pendek, padat, tanpa emoji.

Di sisi lain, Luhut Binsar Pandjaitan—orang yang kalau bumi bergeser satu derajat pun mungkin masih bisa tetap tenang—mengangkat alis dan berkata:
“Bandaranya tidak ilegal.”

Ia bahkan mengaku sudah bicara dengan utusan Presiden Xi Jinping. Kalimat yang, entah kenapa, selalu sukses membuat suhu ruangan tiba-tiba berubah satu-dua derajat.

Dan di sinilah muncul suara ketiga: Jimly Asshiddiqie.
Bukan jenderal. Bukan purnawirawan. Kata-katanya tak pernah dibarengi derap sepatu tempur. Tapi justru itu yang membuat suaranya terdengar lebih jernih.

Jimly seperti menepuk meja konferensi pers yang tidak pernah ia hadiri.
Bandara IMIP, katanya, memang pernah jadi pintu masuk ribuan TKA.
Dan kalau ada aparat yang ikut-ikutan jadi “pagar hidup” bagi praktik-praktik abu-abu itu, ya harus ditindak.
Sesederhana itu. Sesederhana logika hukum yang kadang justru terasa paling langka di negeri ini.

Ia seperti mengingatkan kita bahwa di balik wacana kedaulatan, diplomasi dengan Beijing, dan perselisihan antar-elite, ada hal yang lebih sederhana tapi lebih penting: hukum harus bekerja. Bahkan ketika yang disentuh bukan rakyat kecil, melainkan nama-nama besar.

Jimly tidak berteriak. Ia hanya menulis di X pada Senin pagi:
Gebrakan pemerintah harus diapresiasi. Morowali bukan negara. Indonesia bukan bandara pribadi siapa pun. Dan kalau ada aparat yang ikut membekingi, “harap hentikan.”

Kalimat terakhir itu terasa seperti mengetuk pintu seseorang. Kita tidak tahu pintu siapa. Tapi nadanya jelas: pelan, sopan, namun mengandung risiko tekanan darah naik bagi siapa pun yang merasa tersindir.

Komentar